Semua ulama’ telah sepakat bahwa wanita yang sedang menyusui diperbolehkan tidak tidak berpuasa pada bulan romadhon dengan syarat ia mengkhawatirkan dirinya atau anaknya akan menjadi sakit atau bertambah parah sakit yang diderita, atau akan menimbulkan bahaya atau kematian. Kekhawatiran pada anak juga menjadi pertimbangan dikarenakan seorang anak bagaikan bagian dari anggota tubuh ibunya, karena itu belas kasihan pada anak seperti halnya belas kasihan pada dirinya sendiri.
Adapun ketentuan bagi wanita yang membatalkan puasa karena menyusui anaknya diperinci sebagai berikut;
1. Apabila wanita tersebut membatalkan puasanya karena mengkhawatirkan kondisinya sendiri, semisal khawatir akan sakit karena harus menyusui anaknya saat berpuasa, maka wanita tersebut diwajibkan mengqodho’ puasa yang ditinggalkan tersebut. Dalilnya adalah sabda Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam;
Adapun ketentuan bagi wanita yang membatalkan puasa karena menyusui anaknya diperinci sebagai berikut;
1. Apabila wanita tersebut membatalkan puasanya karena mengkhawatirkan kondisinya sendiri, semisal khawatir akan sakit karena harus menyusui anaknya saat berpuasa, maka wanita tersebut diwajibkan mengqodho’ puasa yang ditinggalkan tersebut. Dalilnya adalah sabda Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam;
إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى وَضَعَ عَنِ المُسَافِرِ الصَّوْمَ، وَشَطْرَ الصَّلَاةِ، وَعَنِ الحَامِلِ أَوِ المُرْضِعِ الصَّوْمَ أَوِ الصِّيَامَ
“Sesungguhnya Allah Ta'ala tidak mewajibkan puasa atas musafir dan memberi keringanan separoh shalat untuknya juga memberi keringan bagi wanita hamil dan menyusui untuk tidak berpuasa" (Sunan Turmudzi, no.715)
2. Apabila wanita tersebut membatalkan puasanya karena mengkhawatirkan kondisi anaknya, semisal dikhawatirkan ASI yang keluar akan menjadi sedikit karena ia berpuasa maka wanita tersebut diwajibkan untuk mengqodho’ puasa yang ia tinggalkan dan ditambah dengan membayar kafaroh. Dalilnya adalah riwayat Dari Ibnu Abbas rodhiyallohu ‘anhu;
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ: {وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ}، قَالَ: «كَانَتْ رُخْصَةً لِلشَّيْخِ الْكَبِيرِ، وَالْمَرْأَةِ الْكَبِيرَةِ، وَهُمَا يُطِيقَانِ الصِّيَامَ أَنْ يُفْطِرَا، وَيُطْعِمَا مَكَانَ كُلِّ يَوْمٍ سْكِينًا، وَالْحُبْلَى وَالْمُرْضِعُ إِذَا خَافَتَا»، قَالَ أَبُو دَاوُدَ: يَعْنِي عَلَى أَوْلَادِهِمَا أَفْطَرَتَا وَأَطْعَمَتَا
“Dari Ibnu Abbas: WA 'ALALLADZII YUTHIIQUUNAHU FIDYATUN THA'AAMU MISKIIN (dan bagi orang yang berat menjalankanya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin), ia berkata; hal tersebut merupakan keringanan bagi laki-laki tua dan wanita tua, dan mereka -sementara kedua mampu melakukan puasa- agar berbuka dan memberi makan setiap hari satu orang miskin, dan keringanan bagi orang yang hamil dan menyusui apabila merasa khawatir. Abu Daud berkata; yaitu khawatir kepada anak mereka berdua, maka mereka berbuka dan memberi makan.” (Sunan Abu Dawud, no.2318)
Sedangkan pembayaran kafaroh dilakukan dengan bersedekah 1 mud (1 mud = 6 ons/ 679,79 gram) makan pokok yang umum didaerahnya pada tiap hari yang ditinggalkan kepada fakir miskin. Wallohu a’lam.
Referensi :
1. Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah, Juz : 28 Hal : 54
2. Fathul Qorib, Hal : 141
3. Al-Fiqhul Manhaji, Juz : 2 Hal : 94
Ibarot :
Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah, Juz : 28 Hal : 54
الفقهاء متفقون على أن الحامل والمرضع لهما أن تفطرا في رمضان، بشرط أن تخافا على أنفسهما أو على ولدهما المرض أو زيادته، أو الضرر أو الهلاك، فالولد من الحامل بمنزلة عضو منها، فالإشفاق عليه من ذلك كالإشفاق منه على بعض أعضائها
Fathul Qorib, Hal : 141
والحامل والمرضع إن خافتا على أنفسهما) ضررا يلحقهما بالصوم، كضرر المريض (أفطرتا، و) وجب (عليهما القضاء، وإن خافتا على أولادهما) أي إسقاط الولد في الحامل وقلة اللبن في المرضع (أفطرتا، و) وجب (عليهما القضاء) للإفطار (والكفارة) أيضا. والكفارة أن يخرج (عن كل يوم مد؛ وهو) كما سبق (رطل وثلث بالعراقي). ويعبر عنه بالبغدادي
Al-Fiqhul Manhaji, Juz : 2 Hal : 94
الحامل والمرضع
إذا أفطرت الحامل والمرضع، فهي إما أن تفطر خوفا على نفسها، أو خوفا على طفلها
فإن أفطرت خوفا من حصول ضرر بالصوم على نفسها وجب عليها القضاء فقط قبل حلول شهر رمضان آخر. روى الترمذي (715) وأبو داود (2408) وغيرهما عن أنس الكعبي - رضي الله عنه - عن رسول الله - صلى الله عليه وسلم - قال: إن الله تعالى وضع عن المسافر الصوم وشطر الصلاة، وعن الحامل أو المرضع الصوم أي خفف بتقصير الصلاة، ورخص في الفطر مع القضاء
وإن أفطرت خوفا على طفلها، وذلك بأن تخاف الحامل من إسقاطه إن صامت، أو تخاف المرضع أن يقل لبنها فيهلك الولد إن صامت، وجب عليها والحالة هذه القضاء والتصدق بمد من غالب قوت البلد عن كل يوم أفطرته. ومثل هذه الصورة أن يفطر الصائم لإنقاذ مشرف على الهلاك، فيجب عليه مع القضاء التصدق بمد طعام. روى أبو داود (2318) عن ابن عباس رضي الله عنهما قال: (وعلى الذين يطيقونه فدية طعام مسكين) البقرة 184. قال كانت رخصة للشيخ الكبير والمرأة الكبيرة، وهما يطيقان الصوم أن يفطرا ويطعما كل يوم مسكينا، والحبلى والمرضع إذا خافتا ـ يعني على أولادهما ـ أفطرتا وأطعمتا