Download kitab pdf terlengkap AswajaPedia Klik di sini

SEPUTAR TRANSAKSI MUAMALAH DENGAN PERJANJIAN TERTULIS

KESIMPULAN TEAM DHF

SEPUTAR TRANSAKSI MUAMALAH DENGAN PERJANJIAN TERTULIS
—————————————————————————

✅PERTANYAAN

Assalamualaikum
Mau nanya para kiai,habaib
Butuh jawaban cepat karena ini soal mendesak!!!
Dalam melakukan transaksi muamalah banyak kita jumpai praktek-praktek akad yang di dalamnya memberlakukan syarat-syarat atau ketentuan bagi pelaku akad. Baik transaksi yang di lakukan berbentuk jual-beli, hutang piutang, pergadaian dlsb. Seperti misalkan perusahaan jual-beli kredit, pegadaian, bank dlsb. Biasanya, semua ketentuan dan syarat tersebut hanya tertulis dalam bentuk lembaran semisal sertifikat materai, akta notaris dll. Ketentuan dan persyaratan yang ada tidak diucapkan secara lisan waktu melakukan transaksi, hanya mungkin dari pihak yang memberikan syarat tersebut akan menjelaskan maksudnya, dan setelah dipahami dan disetujui oleh konsumen barulah transaksi direalisasikan.
Namun melihat realita yang ada, jika pihak konsumen dikemudian hari melakukan tindakan yang dinilai melanggar dari ketentuan yang tertera di dalam sertifikat, maka pihak perusahaan akan memberlakukan konsekwensi kepada pihak konsumen karena dinilai telah melakukan pelanggaran, misal; menjatuhkan denda karena menunggak membayar kreditan, bahkan sampai menyita barang kreditan, menjual barang jaminan gadai bagi pegadai yang terjerat pailit hutang dlsb.
Pertanyaan :
a) Apakah perjanjian yang tertuang dalam lembaran kertas sertifikat materai, akta notaris dlsb. termasuk ke dalam cakupan shulb al-aqdi, sehingga bisa memberikan pengaruh terhadap hukum transaksinya?
b) Jika tidak temasuk, lantas bagaimana hukumnya menjatuhkan denda kepada pihak konsumen bagi pihak-pihak terkait secara sepihak dengan bukti sertifikat?

✅JAWABAN

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

⏩SUB A:
👉Faidah : akad itu terbagi menjadi tiga (3) :
1. jaizatun minath thorofain akad yang boleh dari kedua belah pihak (tidak mengikat keduanya).
2. lazimatun minhuma akad yang lazim (tetap/mengikat) terhadap kedua belah pihak.
3. jaizatun min thorfin lazimatun minal aakhor akad yang boleh bagi satu pihak (tidak mengikat) dan tetap bagi pihak yang lain (mengikat).
👉Sebagian ulama menyusun ketiganya dalam bentuk mandzumah berikut ini :

✒Keterangan :
1. Akad-akad yang tergolong jaizah minath thorofain ada 8 :
a- wakalah
b- wadi'ah
c- 'ariyah
d- hibbah sebelum qobld
e- syirkah
f- ju'alah
g- qirodh
h- musabaqoh

2. Akad-akad yang tergolong lazimah minath thorofain ada 8 :
a. ijaroh
b. khulu'
c. musaqoh
d. washiyah
e. bai'
f. nikah
g. shuluh
h. hiwalah

3. Akad-akad yang tergolong jaizah min thorfin lazimah minal aakhor :
a. dloman
b. jizyah
c. amanah
d. kitabah

📝KESIMPULAN:
terkait diskripsi di atas maka pada point sub A:
Masuk pada tatanan akad jaizah minath_thirfaiin,
Yaitu
Pada akad qirod/qord (akad utang piutang.

👉Dalam akad qirod tidak lepas dari rambu_rambu syariat yg tidak boleh di langgar,
Di antranya tdk boleh ada unsur ribawi, bila hal itu terjadi maka berdampak hukum haram.

Dalam akad qord/hutang tidak boleh ada perjanjian/syarat saat akad, misalkan si peminjam memberi syarat kepada yg meminjam agar di bayar lebih dari nominal yg di pinjam
Cintoh:
Meminjam satu juTa dinharuskan bayar satu juta dua ratus ribu (1200.000) maka yg 200.ribu tersebut di anggap riba.

Setiap akad qord yg bersyarat maka akaN berdampak pada ke absahan akad tersebut, sehingga syarat tersebut di anggap batil/batal.

Dalam literatur fiqih di sebutkan bahwa terjadinya syarat dalam akad tersebut yg di anggap bathil mana kala di lakukan saat akad/transaksi berlaku sebelum  kedua nya berpisah dan barang dinterima.

Oleh karena nya dalam diskripsi di atas pada point sub A:
Jika memng oleh konsument (org berhutang) apa yg tertra di buku peraturan tersebut di baca dan di fahami, seblm melakukan transaksi ATAU akad, kemudian setelah itu ia menyetujui dan tanda tangan SERTA pada saat itu juga KEDUANYA  melakukan akad/ transaksi maka adanya pelaturan pelaturan tersebut tergolong BAGIAN dari kesnimabungan akad,(فى صلب العقد)

sehingga dapat di katagorikan pada unsur ribawi karena telah bertransaksi hutang dengan perjanjian.

🖊👉Ringkas nya daLam kasus di atas:
kitabah (BUKU PERJANJIAN) :menetapkan Haq Dengan jalan/perantara bukti tertulis.
SEHINGGA AKAD PINJAM MEMINJAM TERSEBUT
tergolong RIBA (sebab adanya perjanjian) yg berakibat bathil nya akad.

⏩JWABAN SUB B:

➡ Harom karena termasuk اخذ اموال الناس بالباطل
Mengambil harta orang lain secara batil(tidak benar).

Dalam letratur fiqih sebenarnya konsument tidak wajib membayar denda tersebut.
adapun seandainya ia membayar denda tersebut maka ia juga terkena hukum haram sebab telah musyarokah/bekerja sama dalam perkara yg bathil atau yg di sebut i'anah lil maksiat.

📚Referensi

📓bugyatul musytarsyidin hal. 123-124 :

[فائدة]: تنقسم العقود ثلاثة أقسام: جائزة من الطرفين، ولازمة منهما، وجائزة من طرف لازمة من الآخر. وقد نظم الكل بعضهم فقال:

من العقود جائز ثمانيه ** وكالة وديعة وعاريه
وهبة من قبل قبض وكذا ** ك شركة جمالة قراضيه
ثم السباق ختمها ولازم ** من العقود مثلها وهاهيه
إجارة خلع مساقاة كذا ** وصية بيع نكاح الغانيه
والصلح أيضاً والحوالة التي ** تنقل ما في ذمة لثانيه
وخمسة لازمة من جهة ** وهي ضمان جزية أمانيه
كتابة وهي الختام يا فتى ** فاسمع بأذن للصواب واعيه

📓الفقه الاسلامي ج ٦ص٧٨٢
الكتابة: وهي إثبات الحق بواسطة دليل كتابي معد مسبقا. وهي حجة باتفاق الفقهاء، لقوله تعالى: {يا أيها الذين آمنوا إذا تداينتم بدين إلى أجل مسمى فاكتبوه} [البقرة:٢٨٢/ ٢] والكتابة من قبيل الإقرار. وقد نص فقهاء الحنفية على أنه يعمل بدفتر السمار والصراف والبياع؛ لأن كل واحد من هؤلاء لا يكتب في دفتره إلا ماله وعليه (٤).

📓تفسير جلالين ج ١ص ٤٤

{يأيها الذين آمنوا إذا تداينتم} تعاملتم {بدين} كسلم وقرض {إلى أجل مسمى} معلوم {فاكتبوه} استيثاقا ودفعا للنزاع {وليكتب} كتاب الدين {بينكم كاتب بالعدل} بالحق في كتابته لا يزيد في المال والأجل ولا ينقص {ولا يأب} يمتنع {كاتب} من {أن يكتب} إذا دعي إليها {كما علمه الله} أي فضله بالكتابة فلا يبخل بها والكاف متعلقة بيأب {فليكتب} تأكيد {وليملل} يمل الكاتب {الذي عليه الحق} الدين لأنه المشهود عليه فيقر ليعلم ما عليه {وليتق الله ربه} في إملائه {ولا يبخس} ينقص {منه} أي الحق {شيئا فإ

📓الفقه على مذاهب الاربعة ج ٦ص ٢٢٦

الشافعية - قالوا: للشروط في عقد البيع خمسة أحوال:
الحالة الأولى: أن يكون الشرط مقتضى العقد "ومقتضى العقد هو ما رتبه الشارع عليه" فعقد البيع رتب عليه الشارع ملك المبيع والثمر بقبضه، فإذا اشترط المشتري قبض المبيع والبائع قبض الثمن، كان ذلك الشرط مقتضى العقد فيصح. ..الى ان قال...
الحالة الخامسة: "أن يكون الشرط مما لا يقتضيه العقد ولم يكن لمصلحته وليس شرطا لصحته،أو كان لغوا" وذلك هو الشرط الفاسد الذي يضر بالعقد، كما إذا قال له بعتك بستاني هذا بشرط أن تبيعني دارك، أو تقرضني كذا، أو تعطيني فائدة مالية. وإنما يبطل العقد بشرط ذلك إذا كان الشرط في صلب العقد، أما إذا كان قبله ولو كتابه فإنه يصح. أو يقول: بعتك زرعا بشرط أن تحصده، أو ثوبا بشرط أن تخيطه، أو بطيخا أو حبطا بشرط أن تحمله. وغير ذلك ما لا يقتضيه العقد وليس في مصلحته ولا شرطا في صحته.
Batasan  sulbil 'aqdi ketika pembeli dan penjual sepakat harga dan barang belum diterima pembeli.

ويشترط في بطلان البيع بذلك أن يكون الشرط في صلب العقد كما ذكر في المثالين، فإن كان بعد تمام العقد بعد قبض المبيع فإن العقد لا يبطل بشرط الرهن.

والله أعلم بالصواب
diskusihukumfiqh212.blogspot.com
hikmahdhf.blogspot.com

Post a Comment

Cookie Consent
We serve cookies on this site to analyze traffic, remember your preferences, and optimize your experience.
Oops!
It seems there is something wrong with your internet connection. Please connect to the internet and start browsing again.
AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.
Site is Blocked
Sorry! This site is not available in your country.