Kitab
Risalah Adabu Sulukil Murid
Risalah Adabu Sulukil Murid
"فـصـلٌ"
ويَنبغي لِلمُريد أَن لاَ يزَالَ على طهَارةٍ، وكُلَّما أحدثَ تَوضَّأ وصلَّى ركعَتين، وإن كانَ مُتَأهِّلاً وأتى أهلَهُ فليـُبادِر بِالاِغتِسالِ مِنَ الجَنابةِ في الوَقتِ، ولاَ يمكُث جُنُباً، وَيستَعينُ عَلى دَوامِ الطَّهارَةِ بِقِلَّةِ الأكلِ، فإنَّ الّذي يُكثِرُ الأكلَ يقَعُ لهُ الحَدثُ كثيراً فَتشُقُّ عليهِ المُداوَمةِ على الطَّهارةِ، وفي قِلَّةِ الأكلِ أيضاً مَعونَةٌ على السّهَرِ وهُو مِن آكَدِ وظائِف الإِرادةِ.
ويَنبغي لِلمُريد أَن لاَ يزَالَ على طهَارةٍ، وكُلَّما أحدثَ تَوضَّأ وصلَّى ركعَتين، وإن كانَ مُتَأهِّلاً وأتى أهلَهُ فليـُبادِر بِالاِغتِسالِ مِنَ الجَنابةِ في الوَقتِ، ولاَ يمكُث جُنُباً، وَيستَعينُ عَلى دَوامِ الطَّهارَةِ بِقِلَّةِ الأكلِ، فإنَّ الّذي يُكثِرُ الأكلَ يقَعُ لهُ الحَدثُ كثيراً فَتشُقُّ عليهِ المُداوَمةِ على الطَّهارةِ، وفي قِلَّةِ الأكلِ أيضاً مَعونَةٌ على السّهَرِ وهُو مِن آكَدِ وظائِف الإِرادةِ.
“Fasal”
Seyogyanya bagi seorang murid (penempuh jalan menuju Allah) senantiasa berada dalam keadaan suci, setiap hadats hendaknya ia segera berwudu’ lalu melakukan shalat dua raka’at (li syukril wudu’), dan jika ia berkeluarga, setelah menggauli istrinya hendaknya ia bersegera untuk mandi jinabat (besar) pada waktu itu juga, jangan diam dalam keadaan junub, dan jadikanlah mengurangi makan sebagai penolong untuk senantiasa memiliki wudu’, sebab ketika ia banyak makan, maka ia akan sering hadats sehingga berat baginya untuk senantiasa berada dalam keadaan suci. Selain itu, memengurangi makan akan membantu untuk tidak tidur, dan hal itu merupakan jabatan “iradah” yang paling kukuh.
والّذي يَنبغي لِلمُريدِ أن لا يأكُلَ إلا عن فاقةٍ، ولاَ ينامَ إلا عن غَلبَةٍ، ولاَ يَتكلَّمَ إلا في حاجَةٍ، ولاَ يُخالِطَ أحداً مِنَ الخَلقِ إلا إن كانِت لهُ في مُخالَطتِهِ فائدةٌ، ومَن أكثَرَ الأكلَ قَسا قَلبُه، وثَقُلَتْ جَوارِحُهُ عَنِ العِبادةِ، وكَثْرةُ الأكلِ تَدعو إلى كَثرةِ النَومِ والكلامِ، والمُريدُ إذا كُثُرَ نَومُهُ وكَلامُهُ صارَت إرادَتهُ صورةً لاَ حَقيقةَ لها، وفي الحديثِ:: "ما مَلأَ ابنُ آدمَ وِعاءً شرّاً مِن بَطنِهِ، حَسبُ ابنِ آدمَ لُقيماتٌ يُقِمنَ صُلبَهُ فإن كانَ لاَ مَحالةَ فَـثُلثٌ لِطعامِه وثُلثٌ لِشَرابِه وثُلثٌ لِنَفَسِه".
Dan seyogyanya bagi seorang murid (penempuh jalan menuju Allah) tidak makan kecuali sangat lapar, tidak tidur kecuali sangat mengantuk, dan tidak berbicara kecuali ketika ada keperluan, tidak berbaur dengan manusia kecuali jika ada faidahnya. Barangsiapa yang memperbanyak makan maka hatinya akan keras, dan tubuhnya akan berat digunakan ber’ibadah, banyak makan juga akan menyebabkan banyak tidur dan bicara. Ketika seorang murid banyak tidur dan banyak bicara, maka derajat “iradahnya” menjadi ilustrasi belaka yang sama sekali tidak memiliki arti.
Disebutkan dalam dalam sebuah hadits; “Tidaklah anak Adam memenuhi wadah yang lebih buruk dari perut. Cukuplah anak Adam (memakan) beberapa suapan untuk menegakkan punggungnya. Jika memang harus lebih dari itu, maka sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumannya, dan sepertiga untuk nafasnya”.
(Iradah yang dimaksud dalam keterangan di atas menurut al-Murta’isy an-Naisaburi adalah “Menahan diri dari apa yang dikehendaki, melaksanakan perintah-perintah Allah, dan ridho dengan ketetapan-Nya”. Lihat Risalah al-Qusyairiyah 1/118. Pnt.)