عن أبي هريرةَ رضيَ اللّهُ عنه عنِ النبيِّ صلى الله عليه وسلّم قال «السفرُ قِطعةٌ من العذابِ يَمْنَعُ أحدَكم طَعَامَهُ وشَرَابَهُ ونَومه. فإِذا قَضى نَهْمتَه فلْيُعَجِّلْ إلى أهلِه»
"Bepergian adalah sepotong dari siksaan, tercegah dari kalian, makanannya dan minumannya dan tidurnya. Makan jika kepentingannya telah selesai,segeralah kembali pada keluarganya"
Menurut al-Hafidz Ibnu Hajar al-'Asqolani, yang dimaksud siksaan dalam sabda Rosululloh SAW dalam haditas di atas adalah rasa sakit yang timbul dari payahnya dalam berkendara, juga karena terpisah dari orang-orang yang menyayanginya. Imam Haromain juga pernah ditanya ketika beliau di majlis ayahandanya tentang apa maksud dari sabda Rosululloh SAW di atas, maka dengan cepat beliau menjawab, karena perjalanan adalah perpisahan dari orang-orang yang disayanginya.
Syari'at islam tidak menambah beban penganutnya yang sedang dalam perjalanan dengan berbagai tuntutan dan kewajiban. Oleh karena itu, syari'at memberikan beberapa dispensasi (rukhshoh) bagi orang yang sedang dalam perjalanan. Tidak sedikit tuntutan syari'at yang mendapat keringanan, seperti boleh meninggalkan puasa, meninggalkan sholat jum'at, sholat fardhu dengan cara jama' dan qoshor, sholat sunnat di atas kendaraan dan lain-lain. Namun dalam dispensasi tersebut ada kriteria dan syarat-syarat yang telah ditetapkan.
Dalam perjalanan juga terdapat beberapa hal yang sayogyanya harus dilakukan seseorang dalam perjalanannya. Imam Nawawi dalam karyanya Al-Mujmu' syarah al-Muhadzdzab menyebutkan hingga lebih dari enam puluh perkara , diantaranya adalah:
Melakukan shalat dua roka'at sebelum berangkat, roka'at pertama membaca surat al-Kafirun dan roka'at kedua membaca surat al-Ikhlas. Sesudah salam sunnat membaca ayat kursi dan surat surat Quraisy. Ketika hendak berdiri dari duduknya memmbaca do'a :
«اللهم إليك توجهت وبك اعتصمت ، اللهم اكفني ما همني وما لا أهتم له اللهم زودني التقوى واغفر لي ذنبي».
Kemudian sunnat menitipkan keluarganya dan minta do'a pada mereka yang ditinggal. Sebelum berangkat sunnat bersedekah, kemudian setelah keluar dari rumah membaca do'a :
باسم الله توكلت على الله اللهم إني أعوذ بك من أن أضل أو أضل أو أزل أو أزل أو أظلم أو أظلم أو أجهل أو يجهل عليّ» بسم الله توكلت على الله ولا حول ولا قوة إلا بالله
Kemudian setelah naik kendaraan, membaca do'a :
الله أكبر الله أكبر الله أكبر بسم الله سبحان الذي سخر لنا هذا وما كنا له مقرنين، وإنا إلى ربنا لمنقلبون، اللهم إنا نسألك في سفرنا هذا البر والتقوى» ومن العمل ما ترضى اللهم هون علينا سفرنا هذا، واطو عنا بعده، اللهم أنت الصاحب في السفر والخليفة في الأهل، اللهم إني أعوذ بك من وعثاء السفر، وكآبة المنظر، وسوء المنقلب في المال والأهل. وإذا رجع قالهن، وزاد فيهن: آيبون تائبون عابدون لربنا حامدون.
Disunnatkan tidak bepergian sendirian, lebih-lebih di malam hari bagi orang yang merasa tenang dan aman dari bahaya dengan bersama orang lain. Adapun bagi orang yang justeru merasa terganggu dengan orang lain, maka lebih baik pergi sendirian. Sunnat memilih teman yang cocok, senang kebaikan, tidak senang kejelekan, jika lupa maka dia mengingatkan, jika ingat maka dia membantu. Sebisa mungkin mencari teman yang 'alim, sebab dengan ilmunya teman tersebut dapat mencegah dari sesuatu yang buruk dan senantiasa menolong untuk selalu berbudi pekerti yang baik. Diantara beberapa pilihan seseorang yang mau menemaninya, yang paling baik memilih teman dari keluarga atau sahabat karib sendiri, sebab denagn kedekatannya, mereka lebih dapat menolong keperluan dan kepentingannya. Di tengah perjalanan sayogyanya selalu menjaga agar teman itu ridho dan jika terjadi hal yang menyakitkan maka harus sabar menghadapinya.
Ketika bepergian bersama-sama, sunnat menjadikan orang yang paling utama dan paling berpengalaman sebagai ketua rombongan.
Ketika melintasi jalan yang naik sunnat membaca takbir dengan suara pelan, dan ketila melewati jalan yang turun sunnat membaca tasbih juga dengan suara pelan.
Setelah keperluannya selesai hendaknya segera kembali. Dan ketika hampir sampai di desanya maka sunnat membaca do'a :
اللهمَّ رَبَّ السمواتِ السَّبْعِ وما أَظْلَلْنَ ورَبَّ الأَرَضِينَ السَّبْعِ وما أَقْلَلْنَ، ورَبَّ الشياطينِ وما أضْلَلْنَ، وربَّ الرياحِ وما ذَرَيْنَ، فإنَّا نَسْأَلُكَ خيرَ هذِهِ القَرْيَةِ وخَيْرَ أَهْلِهَا، ونعوذُ بكَ من شَرِّهَا وشَرِّ أَهْلِهَا وشَرِّ ما فيها.
Sebelum masuk rumah sunnat sholat di masjid terdekat dan ketika masuk rumah sunnat tidak melewati pintu belakang.
SHOLAT QOSHOR
Sholat qoshor adalah mengerjakan sholat yang empat rokaat (dzuhur, ashar dan isya') dikerjakan hanya dengan dua rokaat saja. Qoshor hanya boleh dilakukan bagi orang yang bepergian jarak jauh dan tujuannya tidak maksiat, baik bepergian yang wajib seperti pergi untuk melunasi hutang dan haji, bepergian sunnat seperti pergi untuk silaturrohim dan ziarah makam Rosululloh SAW, bepergian mubah seperti pergi untuk berdagang atau bepergian makruh seperti bepergian sendirian.
Sedangkan bepergian yang ada unsur maksiatnya terdapat beberapa permasalahan sebagai berikut :
- Bepergian dengan tujuan maksiat disebut 'ashi bissafar. Orang yang bepergian dengan tujuan tersebut tidak boleh mengambil semua dispensasi syara' (rukhsoh). Seperti pergi untuk melakukan kejahatan, perginya isteri tanpa ijin suami, perginya anak untuk berperang tanpa ijin orang tua, perginya orang yang mempunyai hutang yang sudah waktunya melunasi dan mampu untuk melunasinya tanpa ijin yang menghutanginya dan lain-lain. Termasuk bepergian yang tidak diperbolehkan adalah bepergian yang hanya untuk memayahkan dirinya tanpa tujuan atau hanya untuk melihat tempat dan bangunan-bangunan.
- Bepergian dengan tujuan maksiat sekaligus tujuan tidak maksiat, seperti bertujuan merampok sekaligus berkunjung ke rumah saudaranya. Adapun hukumnya adalah sama dengan yang pertama yakni tidak boleh mengambil keringanan (rukhsoh)
- Bepergian dengan tujuan yang diperbolehkan, tetapi diperjalanan melakukan maksiat, seperti orang yang bepergian untuk silaturrahim tetapi diperjalanan dia merampok misalnya, maka dia disebut 'ashi fissafar. Adapun hukumnya adalah dia boleh mengambil keringanan (rukhsoh).
- Bepergian dengan tujuan yang diperbolehkan, tetapi diperjalanan tujuannya dirubah menjadi maksiat, seperti bertujuan silaturrahim kemudian diperjalanan dia mengurungkan niat silaturrahimnya dan menggatinya dengan tujuan merampok, maka dia disebut 'ashi bissafar fissafar. Hukumnya adalah dia tidak boleh mmengambil keringanan (rukhsoh) sejak dia merubah tujuannya.
- Bepergian dengan tujuan maksiat, tetapi diperjalanan dirubah menjadi tujuan yang diperbolehkan, seperti bertujuan merampok dan di tengah perjalanan dia tobat dan merubah tujuannya dengan tujuan silaturrohim. Hukumnya adalah dia boleh mengambil keringanan (rukhsoh) jika sisa jarak perjalanannya masih mencapai masafatul qoshri.
Adapun jarak perjalanan jauh yang memperbolehkan sholat jama' dan qoshor, para ulama berbeda pendapat sebagai berikut :
Apabila tempat tujuannya mempunyai dua jalan, yang satu mencapai masafatul qoshri dan yang lain tidak, maka dalam permasalahan ini ada pentafsilan sebagai berikut :
- Apabila melewati jalan yang mencapai masafatul qoshri ada tujuan yang shohih, seperti memilih jalan yang lebih mudah, lebih aman, menghindari operasi lalu lintas atau yang lain walaupun bersamaan niat agar diperbolehkan qoshor, maka boleh meng-qoshor. Begitu juga apabila bertujuan sambil refresing atau menjernihkan pikiran dengan melihat pemandangan di jalan yang lebih jauh.
- Apabila melewati jalan yang lebih jauh tanpa tujuan yang shohih, seperti bertujuan agar tahu jalan yang lebih jauh, hanya ingin melihat bangunan atau tujuannya hanya agar dapat meng-qoshor, maka menurut pendapat yang kuat (qoul adzhar) tidak boleh meng-qosor.
- Apabila melewati jalan yang lebih jauh karena tidak tahu atau lupa pada jalan yang lebih dekat, maka menurut pendapat yang kuat (al-Aujah) boleh meng-qoshor.
Bepergian yang tidak mengetahui tujuannya tidak boleh mengambil rukhsoh, sebab tidak mengetahui secara pasti jarak jauh bepergiannya. Seperti bepergian untuk mencari orang yang hutang, mencari budak yang melarikan diri dan lain-lain. Menurut Imam Zarkasyi jika ada orang mencari sesuatu yang tidak mungkin menemukannya sebelum jarak masafatul qoshri, maka orang tersebut boleh meng-qoshor ketika dia masih dalam jarak masafatul qoshri. Dan ketika sudah melewati jarak masafatul qoshri, maka tidak boleh meng-qoshor sebab tidak mengetahui sisa jarak perjalanannya. Namun menurut pendapat lain masih boleh mengqoshor
Seorang isteri yang mengikuti suaminya, dan tidak mengetahui tujuan suaminya, boleh meng-qoshor jika perjalanannya telah mencapai masafatul qoshri.
Cara melakukan sholat qoshor:
- Niat mengqoshor sholat ketika takbirotul ihrom
- Tidak ber-makmum pada orang yang menyempurnakan sholatnya (tidak meng-qoshor). Apabila niat makmum pada orang musafir yang tidak meng-qoshor maka sholatnya tetap shah, sedangkan niat qoshornya tidak dianggap. Apabila niat makmum pada orang yang tidak sedang bepergian, maka sholatnya tidak shah. Apabila makmum pada orang yang diragukan bahwa orang tersebut mengqoshor atau tidak, maka boleh meng-qoshor jika ternyata imamnya meng-qoshor.
Lebih baik meng-qoshor dari pada tidak bagi :
- Orang yang bepergian dengan jarak tiga marhalah (kira-kira 82 km, Al-Taqriroh Al-Sadidah).
- Orang yang tidak suka mengqosor.
- Orang yang ragu terhadap dalil bolehnya qoshor.
- Orang yang menjadi panutan masyarakat dalam meng-qoshor.
- Orang yang selalu di perjalanan, seperti sopir bus, kondektur, pilot, masinis, nahkoda atau yang lain jika keluarganya tidak ikut dengannya.
SHOLAT JAMA' TAQDIM DAN JAMA' TA'KHIR
Sholat jama' ialah mengumpulkan sholat dzhur dan ashar, maghrib dan isya' dalam satu waktu. Ababila dikerjakan di waktu yang pertama (dzuhur atau maghrib) disebut jamak taqdim dan apabila dikerjakan di waktu yang kedua (ashar atau 'isya') disebut jamak ta'khir.
Syarat-syarat jamak taqdim ada empat yaitu :
- Tartib (mendahulukan sholat dzuhur sebelum ashar dan mendahulukan maghrib sebelum 'isya')
- Niat jamak ketika takbirotul ihrom-nya sholat yang pertama. Apabila tidak niat, atau niatnya sebelum takbirotul ihrom, atau niatnya setelah salamnya sholat pertama, maka sholatnya tidak shah.
Menurut qoul adzhar boleh niat jamak di pertengahan sholat yang pertama.
- Langsung (muwalat), yakni antara sholat pertama dan sholat kedua tidak terpisah dengan waktu yang lama. Apabila dipisah oleh waktu yang lama walaupun dengan udzur, maka wajib mengakhirkan sholat kedua sampai pada waktu semestinya. Apabila pisahnya hanya sebentar maka tidak termasuk memutus muwalah.
Termasuk pisah yang lama yaitu waktu untuk melakukan sholat dua rokaat dengan paling minimnya melakukan rukun-rukunnya.
Syarat-syarat jamak ta'khir adalah niat jamak ta'khir di dalam waktunya sholat yang pertama. Boleh mengakhirkan niat sampai tersisa waktu jika digunakan melakukan sholat, maka sholatnya termasuk sholat ada', yakni sisa waktunya hanya cukup untuk melakukan sholat satu rokaat. Dalam jama' ta'khir perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut :
- Tidak wajib tartib, yakni bila sholat dzuhur dan ashar dijamak ta'khir, boleh dzuhur dulu kemudian ashar atau ashar dulu kemudian dzuhur, begitu juga maghrib dan isya'.
- Tidak wajib langsuung (muwalah), yakni antara dua sholat boleh dipisah.
- Tidak wajib niat jamak ketika sholat, sebab sudah niat di dalam waktunya sholat yang pertama.
Walaupun tiga hal di atas tidak wajib, namun hukumnya sunnat sebab keluar dari khilafnya ulama yang mewajibkannya.
Jika berkehendak melakukan sholat sunnat rowatib, maka cara yang paling utama adalah : untuk sholat jama' taqdim dzuhur dengan ashar, mulailah dengan sholat qobliyah dzuhur, kemudian sholat dzuhur dan ashar, kemudian ba'diyah dzuhur dan qobliyah ashar. Sedangkan untuk jama' maghrib dan isya', mulailah dengan qobliyah maghrib, kemudian sholat maghrib dan isya', kemudian ba'diyah maghrib dan ba'diyah isya'. Sedangkan untuk sholat jama' ta'khir, maka boleh melakukan sholat rowatib diantara kedua sholat yang dijama'. Walhasil, tidak boleh mendahulukan sunnat ba'diyahnya sholat yang pertama dari sholat yang pertama secara mutlak, baik jama' taqdim atau ta'khir. Tidak boleh mendahulukan sunnat rowatibnya sholat yang kedua dari sholat yang pertama dalam jama' taqdim. Tidak boleh melakukan sunnat rowatib diantara dua sholat fardhu dalam jama' taqdim. Adapun selain tiga hal di atas hukumnya boleh
Jika setelah melakukan sholat qoshor atau jama' dengan memenuhi syarat-syaratnya, kemudian musafir kembali pulang atau niat muqim, maka sholatnya sudah mencukupi yakni tidak wajib diulangi.
SHOLAT SUNNAT DI ATAS KENDARAAN
Termasuk dispensansi syara' untuk musafir adalah diperbolehkannya melakukan sholat sunnat di atas kendaraan dengan menghadap ke arah kendaraan itu melaju. Sebab semua orang pasti butuh bepergian, jika disyaratkan manghadap qiblat, maka berakibat pilihan yang sulit, yaitu terbengkalainya rutinitas wirid yang berupa sholat sunnat dan kemaslahatan penghidupannya. Dalam sholat ini ada beberapa syarat sebagai berikut :
- Ketika dalam perjalanan yang mubah dan sudah melalui batas desa.
- Meninggalkan perbuatan yang banyak semisal melompat dan berlari tanpa hajat.
- Tetap dalam bepergian sampai selesainya sholat
- Tetap di atas kendaraan yang berjalan sampai selesainya sholat
- Tidak menginjak najis dengan segaja atau tidak, baik najis yang kering atau basah, atau karena lupa ketika najisnya kering yang di-ma'fu (dimaafkan).