Download kitab pdf terlengkap AswajaPedia Klik di sini

IMAM KHOLIL VS IMAM SIBAWAIH


"Ikhtilafu Ummati Rohmatun" adalah Sabda Rosululloh Muhammad SAW. Yang menegaskan bahwa kontroversi Ulama tidaklah berarti rapuhnya persatuan dalam tubuh Islam. Namun justru akan menjadi rahmah dan jalan alternatif untuk dapat melaksanakan perjalanan kehidupan dunia dengan selalu berada di atas rel syari'at Islam, menuju tujuan akhir yaitu Ridlo Ilahi Alloh Robbul 'Izzati. Tidaklah dapat terhitung permasalahan-permasalahan yang terdapat perbedaan pendapat dalam menggariskannya. Bidang Tafsir, Hadits, Tauhid, Fiqih dan disiplin ilmu yang lain. Tak terkecuali permasalahan dalam Ilmu Gramatika (tata bahasa Arab). Banyak kita jumpai kontra pendapat didalamnya, bahkan antara guru dan seorang muridnya-pun perbedaan itu tak dapat dihindari. Imam Kholil yang terkenal dengan kapasitas keilmuannya yang amatlah tinggi, ternyata tidak seratus persen pendapatnya sesuai dengan pemikiran murid kesayangannya yang berjuluk Imam Sibawaih. Satu misal perbedaan guru dan murid tersebut dilansir dalam satu bait nadhom Al-Khulashoh Al-Fiyah Ibnu Malik dalam bab أل تعريف  yang berbunyi :

أل حرف تعريف أو اللام فقط    فنمط عرفت قل فيه النمط 

Imam Kholil menyatakan yang mema'rifatkan adalah ألsecara keseluruhan, itu berarti hamzahnya adalah Hamzah Qoto' dan gugur ketika didahului kalimat lain karena Katsrotul Isti'mal (seringnya penggunaan) Sementara sang murid berpendapat lain, Ya'ni yang mema'rifatkan hanyalah ل saja, sedangkan hamzahnya adalah Hamzah washol yang gugur ketika didahului kalimat lain. Tenteng harokat fathahnya bila berada dipermulaan adalah untuk meringankan karena Katsrotul Isti'mal (seringnya penggunaan).  Masih banyak permasalhan kontroversial yang lain yang mungkin tidak asing lagi bagi pecinta bidang studi Gramatika Arab. Siapakah Imam Kholil dan Imam Sibawaih ?, Bagaimanakah jejak langka perjalanan kehidupan beliau berdua ? Berikut ini sekelumit Sirah kedua Maestro ilmu tata bahasa Arab tersebut.

 

AL-KHOLIL BIN AHMAD AL- FAROHIDI

( wafat 786 M./170 H. )

 

            "Penjawab yang baik adalah yang berpikir sebelum berkata, bukannya berkata baru kemudian berfikir". Inilah ungkapan al-Kholil, seorang pakar Nahwu dari kota Basrah ketika menyikapi protes para murid atas terlalu lamanya beliau memberi keputusan. Kisah ini bermuara dari murid beliau Nadlir bin Sumail. Pada suatu ketika seorang laki-laki yang termasuk dari santrinya imam Yunus  sowan kepada beliau al-Kholil untuk menanyakan satu hal penting. Setelah basa-basi ala kadarnya, tamu tersebut mulai mengutarakan krentek hatinya. Mendengar pertanyaaan itu imam Kholil mulai berfikir. Suasana hening pun merambah majlis yang juga dihadiri segenap murid imam Kholil yang lain. Cukup lama beliau berfikir, menunduk mencoba menjami'kan berbagai kemungkinan. Mungkin karena jenuh dan merasa bosan, akhirnya tamu tersebut nylonong begitu saja dan tampapermisi meninggalkan kediaman Imam Kholil. Setelah sekian lama menanti jawaban yang tak kunjung pasti. Melihat si-tamu pergi begitu saja, dan sang guru masih asyik dengan penjelajahan alam fikirannya. para murid merasa tidak terima. Fanatisme, harga diri dan entah rasa apalagi yang menyulut fikiran sehingga mereka berani memprotes sikap sang guru. Begitu tenang sikap al-Kholil menghadapi protes para murid. Seakan samudra pun masih kalah luas dengan jiwanya. Ketinggian ilmu yang melebihi Himalaya-lah yang mampu membuat beliau begitu arif. "seandainya kalian yang tanya. Apa jawabannya?". Imam Kholil balik bertanya pada para murid. Mereka menjawab; "akan kami jawab begini, begini dan begini". "kalau dia bertanya lagi begini ?", timpal imam Kholil. "kami pun akan menjawab begini". Begitu para murid berkata. Hingga membuat suasana sedikit memanas. Sampai pada akhirnya para murid menyerah. Duduk dan berfikir mati-matian untuk menentukan jawaban dari pertanyakan sang guru yang kesekian kalinya. Saat itulah imam Kholil berkata; "penjawab yang baik adalah yang berfikir sebelum berkata, bukannya berkata baru kemudian berfikir. Aku tidak akan menjawab pertanyaan sebelum kuketahui pasti duduk permasalahannya, sebab-musabbabnya dan kemungkinan apa saja yang bisa terjadi, serta dalil-dalil yang bisa menguatkan jawabanku nanti." Ini hanyalah satu diantara beribu-ribu sikap beliau yang sarat dengan hikmah untuk dijadikan suri tauladan.

Al-Kholil adalah seorang maestro nahwu dari Basrah, dalam soal qias uraian gramatika. Dialah yang pertama kali memberi syakal (baris) dalam bahasa Arab. Dia juga yang menemukan ilmu Arudh, yaitu bidang Ilmu tentang syair-syair Arab yang terdiri atas limakali putaran (not) dan setiap kali putaran terdiri atas lima bait -bahr-. Kemudian ditambah oleh al-Akhfas satu bait lagi, yang diberi nama bahr Khobib. Ilmu Arudh adalah sebuah bentuk perwujudan do'a imam Kholil kala beliau berada ditanah suci, Makkah. Beliau berdo'a agar Alloh berkenan menganugerahkan sebuah ilmu yang belum pernah dikuasai seorangpun. Dalam penemuan besarnya ini bolehlah kalau beliau kita samakan dengan Aristoteles, seorang Yunani yang namanya sangat populer di kalangan akademik ataupun pesantren. Populeritas tersebut tidak terlepas dari penemuan besarnya tentang ilmu logika yang lebih kita kenal dengan sebutan ilmu manteq. Buku terpenting yang ditulis oleh imam Kholil adalah; al-'Amin; kamus Arab yang ditulis secara alpabetis. Bahkan beliaulah orang yang pertama kali sanggup mengumpulkan huruf-huruf Hijaiyyah dalam satu sya'ir.Sya'ir adalah :

         صف خلق خود كمسل إذا بيغت      يحظى الضجيع بها نجلاء معطار

Sifatilah wanita yang masih muda seperti mentari tatkala terbit.Bahagialah orang yang bisa tidur

dengannya, dia adalah

Wanita yang cantik dan suka memakai parfum.

 

Kemampuan ini jarang dimiliki oleh orang lain. Hal ini tidak mengherankan. Selain mumpuni dalam bidang bahasa, al-Kholil pun agaknya mewarisi kemampuan yang dimiliki oleh ayah beliau yang konon juga dikenal sebagai ahli sya'ir  dan merupakan orang yang pertamakali memakai nama Ahmad setelah Nabi Muhammad saw.

Diantara sya'ir ayah imam Kholil adalah ;

وماهي إلا ليـلة ثم يومـها     وحول إلى حول وشـهر إلى شهر 

مطايا يقربن الجديد إلى البلى    ويدنيب أشـلاء  الكـرام إلى القبر

وتتركن أزواج الغيور  لغيره     ويقسمن مايحوى الشحيح من الوفير

 Tiadalah dunia ini kecuali malam yang berganti siang,

Tahun demi tahun dan bulan demi bulan

Bintang-bintang, adalah kendaraan yang mendekatkan

Hal yang baru menuju kerusakan dan mendekatkan

Jasad-jasad yang mulia menuju quburan.

Meninggalkan istri-istri pencemburu

Untuk orang lain membagi-bagikan harta

Yang dihimpun orang-orang kikir dari

Kekayaan yang melimpah.

 

Pernah pada suatu ketika imam al-Akhfas bertanya kepada imam Kholil mengenai bahr-bahr yang diciptakannya. Kenapa diberi nama sedemikian rupa; dengan rinci imam Kholil menjawab; " aku menambah bahr thowil dengan nama itu karena bagian-bagiannya telah sempurna, Basith; karena bahr itu memanjang sampai batasan Thowil, Madid; karena wazannya panjang dan terdiri dari tujuh huruf, Kamil; karena bagian-bagiannya hanya terdiri dari tujuh huruf yang sempurna, Rojaz; karena gelombang nadanya seperti nada unta yang terus menerus bersuara, Romal; karena bahr tersebut suaranya menyerupai suara pasir di permukaan tanah yang dikumpulkan antara yang satu dengan yang lainnya, Hazjun; karena dinyanyikan dengan suara merdu,Sari'; karena menggunakan nada yang cepat, Munsaroh; karena bahr ini sangat mudah, Khofif; karena bahr ini adalah bahr yang teringan diantara bahr yang lain yang wazannya terdiri dari tujuh huruf, Muktadlob; karena bahr ini terlalu sedikit, sehingga bisa dinyanyikan sekalipun tanpa persiapan, Mudlori'; karena karena menyerupai bahr Muktadhob, Mujtaz; karena merupakan penggalan dari notnya yang panjang, Muktaqorrib; karena selain bagiannya saling berhubungan, seluruh wazannya serupa antara yang satu dengan yang lainya." Demikian seluruh bahr-bahr yang ada, masing-masing dalam penamaan mamiliki alasan.

Kitab al-'Ain karangan al-Kholil, antara lain membahas hitungan nilai kata yang terpakai dalam masanya.Al-Suyuthi menuqil bahwa al-Kholil manghitung kata-kata bahasa Arab yang terpakai atau yang tidak terpakai berjumlah 12.305.412 kata. Mungkin jumlah sebanyak itu termasuk pembentukan kata yang terdiri atas kata yang berhuruf-kata dua, tiga, empat dan lima; tanpa disebutkan kata yang terpakai. Abu Bakar al-Zubaidy yang membuat ringkasan kitab al-'Ain menyebutkan bahwa setelah dia mengkaji kitab tersebut, dia menemukan jumlah kata dalam bahasa Arab sebanyak 6.699.400 kata, yang tidak terpakai jumlahnya hanya 5.620 kata, sedangkan sisanya sebanyak 6.693.780 kata, merupakan kata-kata yang terabaikan.

Kitab al-'Ain tidak sampai pada kita kecuali sepotong-sepotong; yang dikutib oleh buku-buku yang membahas bahasa, seperti al-Muzir karangan al-Suyuthi, dan kitab Sibawaih yang lain. Mungkin karena panjangnya buku itu, atau orang lebih suka terhadap ringkasan yang dibuat oleh al-Zubaidy, akhirnya tidak ada orang yang berusaha mencetak buku tersebut, manurut Ibn.al-Nadim dalam karyanya yang berjudul al-fihris, kitab al-Kholil terdiri atas 48 jilid. Karya tulisnya ini, menurut banyak orang, belum tertandingi oleh ahli gramatika, ahli bahasa dan sastrawan lain di zamannya. Umumnya mereka hanya memanfaatkan buku yang ditulisnya.

Satu riwayat yang mengisahkan; ketika imam Kholil berada di Basrah untuk sebuah Munadloroh (Diskusi ilmiyah) yang diselenggarakan oleh Abu Amr bin al-'Ala, beliau hanya duduk, tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Karena sikap beliau itulah berbagai pertanyaan kemudian muncul. "Mengapa seorang al-Kholil yang kondang kealimannya hanya diam saja?... Mengapa belia tidak mengeluarkan gagasan-gagasannya yang cemerlang?... Semua pertanyaan itu pun dijawab oleh al-Kholil, "Dia (Abu Amr) telah menjadi pemimpin sejak limapuluh tahun lalu, aku khawatir ia tidak sanggup menandingiku, yang akhirnya nama besarnya akan hancur dikota ini". Jawaban imam Kholil ini tidaklah berlebihan, apalagi setelah kita dengar komentarnya imam al-Wahidy dalam kitab tafsirnya; "tidak ada seorang pun yang lebih mahir dibanding nahwu bila dibandingkan dengan imam Kholil." Imam Ahdal pun berkomentar dalam kitab al-'Abar yang bersumber dari Ayyub al-Sakhtiyani.;" imam Kholil bin Ahmad al-Azdy al-Basry Abu Abdi al-Rohman pengarang kitab-kitab bahasa dan Arudh, beliau adalah pemimpin yang memiliki kemampuan besar, berkepribadian baik, serta tawadlu' dalam jiwa beliau tertanam sifat zuhud dan penyayang, beliau adalah pengarang kitab al-'Ain yang didalamnya mengupas tentang beragam bahasa."

Pernah suatu ketika, saat beliau sedang bersama-sama Ibnu Muqoffi', beliau ditanya; bagaimana pendapat anda tentang Ibn.Muqoffi'? lalu dijawab oleh imam Kholil; ilmunya lebih banyak ketimbangan akalnya. Kemudian Ibn.Muqoffi' ditanya tentang Imam Kholil, lalu dijawab; "akalnya lebih banyak ketimbang ilmunya". Pernah pula seorang pria membaca kitab Arudl dihadapan beliau dan ada beberapa hal yang tidak bisa ia fahami, lalu dinyatakan pada imam Kholil, dengan arif imam Kholil menasehati;

إذا لم تسطع شيئافدعه     وجاوزه إلى ما تستطيع

Kalau kamu tidak mampu memahami sesuatu, maka

Tinggalkanlah;dan lalui saja untuk membahas

sesuatu yang Bisa kamu faham.

 

            Tak lama kemudian pria itu melakukan anjuran imam Kholil seperti yang tersirat dalam potongan bait di atas, sesuai dengan kemampuannya. Pria itupun kemudian pergi dan tak pernah kembali lagi mengeluhkan permasalahannya. Imam Kholil sangat salut atas kecerdikan pria tersebut sehingga mampu memahami kehendaknya dalam bait itu sekalipun dengan kemampuan fahamnya yang minim.

 

Selama masa hidupnya, al-Kholil menjalani kehidupan dengan kondisi yang sangat sederhana. Dia tidak memperdulikan dunia. Di riwayatkan dari Nadlor; "walaupun keilmuan imam Kholil telah tersohor, namun selama beliau tinggal dikota Basr ah, beliau hidup dalam kondisi sangat sederhana. Untuk mencari uang sepersen pun serasa sulit, tapi santri-santri beliau dengan setia turut menbantu dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari." Dalam keadaan demikian, beliau pernah berkata; "aku tidak akan pernah menutup pintu rumahku disebabkan derita yang menimpaku ini."

Dalam masalah kezuhudan, beliau adalah orang yang sulit di cari tandingnya. Sehingga pernah suatu ketika, ada seorang raja yang meminta beliau agar sudi mengajar ilmu adab kepada putranya; kemudian datanglah utusan raja menemui imam Kholil, kebetulan saat itu beliau sedang makan, dan di tangan beliau terdapat sepotong tulang dengan sedikit dagingnya yang masih basah; lantas imam Kholil berkata pada utusan raja tersebut. "hai…utusan raja, katakan pada rajamu!! Selama aku masih memiliki makanan seperti ini - maka sama sekali aku tidak membutuhkan kalian." Di samping itu, imam Kholil sama sekali tidak pernah bersedia menemui para pemimpin - pemimpin negara; karena saking zuhudnya.

 

IMAM SIBAWAIH

(wafat tahun 796 M.)

 

            Kebesaran nama Sibawaih di kalangan Gramatisi Arab diungkapan Al-Zamahsyari dalam untaian sya'irnya bahar wafir :

ألا صلى الإله صلاة صدق    على عمرو بن عثمان بن قنبر

فان كـتابه لم يغـن عنه     بنو قـلم ولا أبنـاء مـنبر 

Aduhai, Semoga limpahan rahmat senantiasa tercurah, Atas Amr bin Utsman bin Qonbar ( Imam Sibawaih). Sungguh kitab karya tulisnya mutlak dibutuhkan,

oleh para Penulis (banu qolam) juga

ahli ceramah (banu mimbar)

 

            Nama asli Imam Sibawaih separti dalam sya'ir diatas adalah 'Amr bin 'Utsman bin Qonbar. Dia adalah seorang hamba sahaya (budak) nya keluarga Bani al-Harits bin Ka'b bin 'Amr bin 'Ullah bin Kholid bin Malik bin Adud. Ada beberapa versi yang menerangkan asal muasal juluk Sibawaih yang disandang punggawa Gramatisi tersebut. Menurut Ibrohim Al-Harobiy, sebutan tersebut karena kedua pipi Sibawaih ranum laksana belahan buah apel. Adajuga yang mengatakan bahwa setiap orang yang berpapasan dengannya selalu mencium harum buah Apel, ada yang mengatakan beliau berkebiasaan mencium buah apel, ada yang mengatakan karena kelembutannya seperti apel dan mungkin masih ada versi lain yang tidak diketahui penulis.  Dalam sejarah tidak ditemukan catatan kongkrit tentang tempat dan tanggal lahir beliau, namun bila ditelusuri dari masa hidup para murid-muridnya, atau para ulama dimasanya dapat diperkirakan beliau lahir tahun seribu empat ratusan. Hal ini dikuatkan dengan pendapat al-Zarkali bahwa Imam Sibawaih lahir pada tahun 148 H./765 M. Beliau lahir di kota Baidho' sebuah desa kecil diwilayah Ustukhri Paris.  Seperti dituturkan bahwa ketekunannya menggeluti bidang Nahwu bermula dari kesalahannya membaca lafadz Hadits di depan para Muhadditsiin. Peristiwa inilah awal  kali yang membuatnya berkelana mencari pengetahuan Bahasa dan Gramatika Arab. Sepanjang pengembaraannya dalam dunia nahwu, Ia menjumpai dan mengais kepahaman dari beberapa orang guru. Diantaranya adalah : Imam Abil Khotthob Al-Akhfasy Al-Kabir, Yunus bin Habib al-Bashri, Isa bin Umar al-Tsaqfi, Abu 'Amr bin al-'Ala', Hammad bin Salamah, Abu Zaid al-Anshoriy. dan terahir kepada Imam Kholil bin Ahmad al-Farohidi. Menurut penuturan Al-Syamani serampung mengkaji dan mumpuni dibidang Ilmu archeologi dan Fiqh, kemudian Sibawaih bertemu dengan Imam Kholil. Yang pada akhirnya Imam Kholil merasa kalah dalam pematangan kenahwuannya dengan Sibawaih.

Seakan telah sempurna Alloh Subhanahu waa Ta'ala menciptakan pakar Ilmu Nahwu ini, Kecerdasan otak yang dikaruniakan sungguh telah menjadi penghias ketampanan wajah dan keelokan perangainya. Ketampanannya membuat sang guru Imam Kholil ketika mengajarnya tak pernah sekalipun memandang wajahnya.  Terkadang dengan memalingkan muka,                                                                                              terkadang dengan membelakanginya, bahkan terkadang Imam Kholil harus menyembunyikan muka dibalik bajunya. Diceritakan, Imam Sibawaih pernah menyunting seorang gadis yang Ayu rupawan dari kota Bashrah. Namun kecantikan dan kecintaan sang istri tidak sedikitpun mengurangi aktifitasnya menelaah kitab. Seolah-olah Ialebih mencintai kitab dari pada istri cantiknya. Hal ini membuat istrinya meresa cemburu pada kitab-kitab Sibawaih. Dalam hati sang istri tersirat hasrat untuk segera memusnahkan kitab-kitab yang menjadi saingannya itu. Hingga pada suatu hari ketika Sibawaih sedang pergi ke pasar, dengan geram ia membakar kitab-kitab suaminya. Betapa terkejutnya Sibawaih setelah sampai kembali di rumah ternyata kitab-kitabnya sudah hangus menjadi abu, tak ayal Sibawaih langsung pingsan. Sejenak setelah siuman Sibawaih pun menceritakan istrinya. Demikianlah kecintaan Sibawaih yang teramat mendalam terhadap kitab, sampai mengalahkan segalanya. Dikisahkan Ibnu Hisyam dalam karyanya, kitab Al-Mughni al-Labib . Ketika Sibawaih telah sampai pada titik kesempurnaan ilmu nahwu, beliau berkunjung ke Baramakkah wilayah Baghdad, Irak. Sesampainya disana Yahya bin Kholid bermaksud untuk mempertemukan dua tokoh pembesar ilmu Nahwu, yaitu; Imam Sibaai dan Imam Kisa'I. Acara ini dihadiri oleh banyak tokoh nahwu lainnya, baiik dari daerahnya Sibawaih ataupun daerahnya Kisa'i. hadir pula waktu itu Abu Muhriz al-Kholaf (pro Sibawaih) dan Imam Yahya bin Yazid al-Farro' (pro Kisa'i). Dalam forum itu Sibawaih lebih dulu hadir dan menjawab dengan tegas pertanyaan dari para hadirin. Selang beberapa saat kmudian Kisa'I pun hadir dan langsung mempersilahkan para hadirin untuk melontarkan pertanyaan kepadanya. "Bertayalah kepadaku atau engkau yang akan kutanyi" tantang Kisai pada Sibawaih. Silahkan kau tanyai aku" tandas Sibawaih. Lalu Kisa'I menampilkan pertanyaan tentang permasalahan kalajengking dan pitak (kumbang). Yang mencuat dilisan orang Arab yaitu :

قالت العرب أظن أن العقرب أشد لسعة من الزنبور فإذا هو هي أو فإذا هم إياها

Menurut Sibawaih yang benar adalah (فإذا هو هي) ya'ni setelah إذا  semua rofa'. Sedangkan menurut Kisa'I ( فإذا هو إياها ) yan'ni setelah إذا yang awal rofa' dan yang kedua adalah nashob. Silang pendapat yang seru itu disaksikan langsung oleh raja Baghdadwaktu itu. Cukup lama kedua ulama itu beradu argumen, namun belum juga memukan titik mufakat. Akhirnya sang Raja merasa kesal dan berkata "Kalian ini tokoh Alim dari daerah masing-masing, tetapi kalian malah sepakat untuk tidak sepakat. Siapa yang bisa memutuskan masalah kedua alim ini…? Tanya sang Raja. Kemudian Kisa'I menyerahkan pada para hadirin, karna pasti ada yang mendengar langsung perkataan ini dari orang Arab. Namun kerena ada unsur kedekatan Kisa'I dengan Raja, akhirnya para hadirin banyak yang mendukung Kisa'i. Merasa ada sedikit ketimpangan dalam dukungan hadirin, Sibawaih dengan gusar berkata pada Yahya bin Kholid "Kalau memang mereka tidak setuju deengan pendapatku, coba suruh mereka mengucapkan seperti pndapat Kisa'i.niscaya mrka tidak akan sanggup mengatakannya". Lalu Yahya bin Kholid menyuruh hadirin untuk memnuhi perkataan Sibawaih. Namun tidak satupun diantara mereka yang mengucapkan nashob (فإذا هو إياها). Bukan mereka tidak mampu mengucapkannya, namun karena hawatir itu adalah salah.

Dengan perasaan yang sedikit dongkol, akhirnya Sibawaih meninggalkan Baghdad menuju Paris. Namun sebelum pergi Kisa'iy berkata pada Yahya bin Kholid "Dia jauh-jauh datang dari daerahnya, Jangan biarkan dia pergi begitu saja dengan tangan hampa" Lalu Yahya memberikan sepuluh ribu dirham untuk Sibawaih. Setelah itu Sibawaih-pun pergi ke Parisdan tidak pernah kembali lagi ke Bashrah sampai akhir hayat beliau menghadap Sang Khaliq Alloh Subhanahu waa Ta'alaa. Tentang dimana tempat beliau wafat dan tahun berapa ?... Adabeberapa pendapat yang berbeda. Menurut al-Khotib dalam kitab Sejarah kota Baghdad, dari ibnu Darid, Imam Sibawaih wafat di desa Syairoz tahun180 H. ada yang mengatakan tahun 177 H. Menurut Ibnu Qoni', beliau wafat di Bashrah tahun 161 H. Menurut Al-Hafidz Abul Farj bin al-Jauziy, tahun 174 H. sedangkan usia beliau adalah 32 tahun. Dan mungkin masih banyak versi lain yang tidak diketahui penulis.  Demikianlah sekelumit kisah hayat dua Maestro Ilmu Gramatika Arab yang terkenal pada pertengahan abad ke dua Hijriyah. Meski beliau berdua hidup 1200 tahun silam, Namun keharuman namanya senatiasa abadi, kebesarannya telah tercatat dengan tinta emas dalam sejarah Sastra Islami dan akan senantiasa dikenal, hususnya dikalangan pesantren salafi. Semoga dengan mengetahui sedikit Sirah beliau berdua, kita akan mendapatkan barokah yang menyebabkan dikaruniai Futuh (terbuka hati) oleh Alloh Subhanahu waa Ta'alaa Amien.

 

Referensi :

- Al-Mathlub Syarh Nadzom Maqsud  hal 1 (Al-Hidayah)

- Al-Imam Sibawaih, Al-Kitab  vol 1 hal 5 (Daar al-Kutub al-Ilmiyah)

- Al-Imam Sibawaih, Al-Kitab  vol 1 hal 6 (Daar al-Kutub al-Ilmiyah)

- Ahmad bin Muhammad bin Hamdun, Hasyiyah Ibnu Hamdun vol II hal 53 (Al-Hidayah)

-  Ibnu Hisyam, Al-Mughni al-Labib vol I hal 80 (Daar al-Fikr)

Masykur Junaidi


Post a Comment

Cookie Consent
We serve cookies on this site to analyze traffic, remember your preferences, and optimize your experience.
Oops!
It seems there is something wrong with your internet connection. Please connect to the internet and start browsing again.
AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.
Site is Blocked
Sorry! This site is not available in your country.