Jika selama ini kita telah mengenal juluk Sulthonul Auliya', Syekh Abdul Qodir al-Jailany, Seorang hamba Alloh yang dikarunia derajat wilayah (kewalian) yang juga menjadi pembesar (raja para wali) Alloh, maka ada seseorang yang berjuluk Sulthonul Ulama (Rajanya para Ulama). Beliau adalah al-Imam 'Izzuddin bin Abd. Salam. Siapa beliau?... Bagaimana sejarah beliau?... Setinggi apa kapasitas keilmuan beliau?.... Dalam edisi bulan Rojab ini, Mading ROHAH akan mencoba mengurai jawaban dari pertanyaan-pertanyaan di atas. Semoga bermanfaat Dinan, wa Dunyan wa Ukhron. Amien….
I. Silsilah 'Izzuddin dan masa tholabul Ilmi.
Beliau adalah Abu Muhammad Izzuddin Abdul Aziz bin Abdus Salam bin Abu al-Qosim bin al-Hasan bin Muhammad bin Muhadzdzab as-Salmi al-Maghrobi al-Dimasyqi al-Syafi'i. Beliau lebih terkenal dengan sebutan al-'Izz bin Abd. Salam. Salah seorang Murid beliau y bernama Ibnu Daqiq al-'Id memberikan gelar untuk beliau dengan gelar Sulthonul Ulama (Raja dari para Ulama). Mungkin karena waktu itu, beliau ingkar kepada para raja dan mengalahkan raja-raja tersebut dengan Hujjah beliau.
850 tahun silam, tepatnya tahun 577 atau 578 H. untuk yang ke sekian kalinya, Alloh mentaqdirkan lahirya seorang bayi yang sampai saat ini seakan masih hidup ditengah nafas Islami. Padahal sudah beberapa ratus tahun yang lalu beliau sudah kembali ke Rahmatulloh. Kemudian bayi itu diberi nama Abdul Aziz.
Pertumbuhan sikecil Abdul Aziz berbeda dengan anak-anak yang lain kala itu. Ketika anak seusianya mulai sibuk mengaji, dia hanya diam, tidak bisa ikut serta. Dia harus menelan pahitnya cobaan kefaqiran duniawi. Kehidupan serba kekurangan Abdul Aziz saat itu, ternyata menjadi peng-halang dia untuk dapat mencari ilmu seperti anak yang lain. Setelah usianya terhitung terlambat, barulah dia mulai menimba ilmu dari beberapa ulama waktu itu.
Kemauan itu muncul bermula ada kejadian aneh yang menimpanya. Yaitu pada suatu malam yang amat dingin dia menginap di Kallasah. Di malam yang di-ngin itu, dia ihtilam dan seketika dia bangun untuk segera bersuci dari jinabat. Kemudian dia kembali tidur dan ihtilam lagi untuk yang kedua kalinya. Sebagaimana yang pertama dia langsung turun menuju kamar mandi untuk mandi junub. Kemudian dia kembali tidur lagi. Kejadian serupa terulang lagi untuk yang ketiga kalinya. Diapun harus kembali turun melak-sanakan kewajibannya. Saat inilah dia mendengar suara yang tidak diketahui asalnya. "Wahai Abdul Aziz…! Apa yang kamu mau…? Ilmu... atau amal…?" Demikian suara itu bertanya. Dengan kepolosannya Abdul Aziz menjawab : "Saya memilih ilmu, karena ilmu dapat menuntun seseorang untuk amal"
Kemudian pada pagi harinya dia langsung menghafalkan kitab "al-Tanbih" karya Abu Ishaq al-Syairozi dalam masa yang singkat. Lalu dia mulai mendalami ilmu-ilmu yang lain. Tiada waktu tanpa istifadah ilmu. Mulai saat itu, waktu-waktunya hanya dia gunakan untuk ilmu sebagai ganti masa-masa yang telah terbuang sia-sia disaat dia masih kecil.
II. Guru-guru Izzuddin.
Abdul Aziz mendalami ilmu fiqh dari Syekh Fakhruddin Abu Manshur Abdur Rohman bin Muhammad bin al-Hasan bin Hibbatulloh bin al-Hasan al-Dimasyqi. Beliau terkenal dengan sebutan bin 'Asakir (555-620 H.), Ilmu ushul kepada Syekh Ali bin Abi Ali bin Muhammad bin Salim yang lebih terkenal dengan sebutan Saifuddin al-Amidi (550-631 H.), Fan hadits dia dapat dari beberapa ulama antara lain; Syekh al-Hafidz Bahauddin Abi Muhammad al-Qosim bin al-Hafidz al-Kabir Abi al-Qosim bin 'Asakir (528-600 H.), Syekh Abu al-Hasan Dhiyauddin Abdul Lathif bin Isma'il bin Abi Sa'd al-Baghdadi (523-597 H.), Syekh Abu Hafs Umar bin Muhammad bin Thobarzad (516-607 H.), Syekh Abu Ali Hambal bin Abdulloh bin al-Farj bin Sa'adah al-Mukabbar al-Rushofi (…-604 H.), Syekh al-Qodhi Jamaluddin Abu al-Qosim Muhammad bin Abdul Wahid bin al-Harostani al-Anshori (520-612 H.). Dia juga sempat hadir dan mengikuti majlisnya Syekh Abu Thohir Barokat bin Ibrohim bin Thohir al-Khusyu'i ( …-598 H.).
III. Hikayah karomah seorang Ulama.
Hikayah dari Qodhi al-Qudhot Badruddin bin Jama'ah. Kota Dimasyqi pernah dilanda kepailitan yang amat parah. Keterpurukan ekonomi masya-rakat saat itu sampai pada titik paling bawah. Sementara harga bahan kebu-tuhan pokok makin melejit mahal dan semakin sukar dijangkau. Sekalipun dengan agak terpaksa masyarakat harus rela melepas barang-barang berharga mereka pindah tangan untuk menutupi kebutuhan sehari-hari. Tidak sedikit diantara mereka harus menjual tanah, sawah atau kebun walaupun dengan harga dibawah standart.
Kesempatan ini dimanfatkan oleh istri Syekh 'Izzuddin untuk memiliki sebidang tanah. Sang istri menyerah-kan beberapa perhiasan kepada beliau agar dijual dan dibelikan sebi-dang tanah. Kemudian beliaupun berangkat menjual perhiasan seperti yang dipinta sang istri. Setelah pehiasan itu dijual, dalam perjalanan beliau bertemu seseorang yang amat membutuhkan uluran tangan. Seseorang yang dalam keadaan darurat dan harus segera ditolong. Tanpa pikir panjang lagi, syekh 'Izzuddin langsung memberikan sebagian dari uang tersebut. Dan tidak jadi membeli tanah. Sesampai kembali di rumah, sang istri bertanya : "Wahai suamiku…! apakah engkau telah membeli kebun itu untukku…?. Dengan tenang beliau menjawab ; "Sudah…, sudah saya belikan kebun, tetapi bukan disini… melainkan di Sorga, ceritanya begini, dalam perjalanan aku bertemu seseorang yang sangat membutuhkan bantuan, dan aku sedekahkan seperdelapan dari uang penjualan perhiasan kamu". Mendengar jawaban suaminya, sang istri sama sekali tidak marah dan kecewa, bahkan dia berdo'a "Semoga Alloh SWT membalas engkau dengan balasan yang baik".
Begitulah sifat sakhowah (dermawan) yang melekat dalam jiwa syekh 'Izzuddun dan istri. Walaupun hidup serba pas-pasan, sifat itu tidak pernah luntur, sekalipun harus melepas salah satu pakaian yang beliau pakai untuk disedekahkan.
Hikayah dari al-Qodhi 'Izzuddin al-Hakkari bin Khotib al-Usymunin. Seseorang yang berjiwa kesantria adalah yang mau mengakui kesalahan yang pernah dia lakukan. Tanpa sedikitpun rasa malu, dia segera minta maaf dan memperbaiki kesalahan itu. Itulah termasuk salah satu sifat mulia yang terpancar dari beliau. Pada suatu hari beliau pernah memberikan fatwa tentang sesuatu. Kemudian fatwa yang beliau tuturkan ternyata salah. Dengan kebesaran jiwa, beliau menyiarkan ke seluruh Mesir dan
Suatu hari, terjadi keributan antara orang Islam dengan kafirin dari daerah Eropa. Perang tandingpun tidak dapat dihindari. Golongan muslimin termasuk di dalamnya syekh 'Izzuddin, kewalahan dan nyaris takluk di bawah tangan mereka. Sadar dengan situasi yang telah menimpa muslimin, syekh 'Izzuddin berteriak dengan sekuat tenaga dan tangan menunjuk pada angin yang sedang berhembus, beliau berkata, "Wahai angiiin…! Ambillah mereka orang-orang kafiiir…!. Beliau terus berteriak hingga beberapa kali. Seakan menuruti seruan beliau, anging itu kembali dan menyerang orang-orang kafir. Seketika itu, kendaraan yang mereka tumpangi pecah dan porakporanda oleh angin tanpa tersisa.
Melihat kejadian langka itu salah satu golongan muslimin berteriak berpuja-puji syukur ke hadirat Alloh SWT dan berkata :
ÇáÍãÏ ááå ÇáÐí ÃÑÇäÇ Ýí ÃãÉ ãÍãÏ Õáì Çááå Úáíå æÓáã ãä ÓÎÑ áå ÇáÑíÜÜÍ
"Segala puji hanya bagi Alloh, yang telah memperlihatkan pada kami, seseorang dari umat Muhammad SAW yang mampu menundukkan angin"
Pada suatu hari, datanglah seseorang yang tidak dikenal kepada syekh Izzuddin. Dia berkata dalam bentuk beberapa untaian nadzom untuk memuji syekh 'Izzuddin, sebagian nadzom itu adalah :
áãøÇ ÑÃíäÇ ãäß ÚáãÇ áã íßä
Ýí ÇáÏÑÓ ÞáäÇ Åäå ÇáåÇã
"Kala aku menyaksikan keilmuanmu, yang tak pernah aku jumpai dalam pelajaran, maka aku berucap ilmumu adalah Ilham dari Alloh SWT”.
ÌÇæÒÊ ÍÏ ÇáãÏÍ ÍÊì áã íØÞ
äÙãÇ áÝÖáß Ýí ÇáæÑì ÇáäÙÇã
"Engkau telah melampaui batas pujian. Sehingga tidak seorang-pun ahli syair yang mampu melagukan keutamaanmu”.
ÝÚáíß íÇ ÚÈÏ ÇáÚÒíÒ ÊÍíÉ
æÚáíß íÇ ÚÈÏ ÇáÚÒíÒ ÓáÇã
"Maka semoga penghormatan senantiasa atas engkau wahai Abdul Aziz. Dan atasmu wahai Abdul Aziz, doa keselamatan ".
IV. Kemangkatan ke Rohmatulloh & Mu'allafat (karangan) Izzuddin.
Beliau wafat di
Sebagian karya-karya itu adalah :
1. al-Qowa'id al-Kubro " Majaz al-Qur'an.
2. Syajaroh al-Ma'arif.
3. Al-Dala'il al-Muta'lliqoh bii al-Malaikah wa al-Nabiyyin.
4. Al-Ghoyah fii tafsir al-Nihayah.
5. Mukhtasor Sohih Muslim.
6. Mukhtasor Ri'ayah al-Muhasibi.
7. Al-Imam fii adillah al-Ahkam.
8. Bayan ahwal al-Naas yauma al-Qiyamah.
9. Bidayah al-Suul fi al-Tafdhil al-Rosul.
10. Al-Farqu baina al-Iman wa al-Islam.
11. Fawaid al-Balwa wa al-Mihan.
12. Al-Jam'u baina al-Haawi wa al-Nihayah.
13. Al-Fatawa al-Mushiliyyah.
14. Al-Fatawa al-Mishriyyah.
Demikian sekelumit sejarah Sulthonul Ulama 'Izzuddin bin Abd. Salam. Jika pembaca ingin lebih jauh mengetahui sejarah kehidupan beliau, silahkan merujuk pada referensi utama SIRAH ini, yaitu kitab al-Thobaqoh al-Kubro karya Tajuddin Abi Nashr Abdil Wahhab bin Ali bin Abdil Kaafi al-Subuki vol. VIII hal. 205-255. Dengan sedikit mengetahui tentang beliau, semoga kita sekalian mandapat barokah beliau dan di karuniai kemudahan dalam tholabul Ilmi. Amien…