Di pesantren para santri tidak asing lagi dengan nama Syekh Nawawi Al-Jawi, sebab kitab karangan beliau cukup banyak serta digunakan secara luas di pesantren-pesantren. Beliau seorang ulama' besar, penulis dan pendidik dari Banten, Jawa Barat, yang bermukim di Mekkah.
Nama aslinya adalah Nawawi bin Umar bin Arabi. Beliau juga disebut juga Nawawi al-Bantani. Di kalangan keluarganya, Syekh Nawawi al-Jawi dikenal dengan sebutan Abu Abdil Mu'ti. Ayahnya bernama KH. Umar bin Arabi, seorang ulama' dan penghulu di Tanara, Banten. Ibunya, Zubaidah, penduduk asli Tanara. Dari silsilah keturunan ayahnya, Syekh Nawawi merupakan salah satu keturunan Maulana Hasanuddin (Sultan Hasanuddin), putra Maulana Syarif Hidayatullah.
Syekh Nawawi terkenal sebagai salah seorang ulama' besar di kalangan umat Islam Internasional. Ia dikenal melalui karya-karya tulisnya. Beberapa julukan kehormatan dari Arab Saudi, Mesir dan Suriah diberikan kepadanya, seperti Sayyidu Ulamail Hijaz, Mufti dan Faqih. Dalam kehidupan sehari-hari beliau tampil dengan sangat sederhana.
Sejak kecil Syekh Nawawi telah mendapat pendidikan agama dari orang tuanya. Mata pelajaran yang diterimanya antara lain bahasa Arab, fiqh dan ilmu tafsir. Setelah itu ia belajar pada Kyai Sahal di daerah Banten dan Kyai Yusuf di Purwakarta. Pada usia 15 tahun ia pergi menunaikan ibadah haji ke Mekkah dan bermukim di
Di tempat kelahirannya ia membina pesantren peniggalan orang tuanya. Karena situasi politik yang tidak menguntungkan, ia kembali ke Mekkah setelah 3 tahun berada di Tanara dan meneruskan belajar di
Dengan bekal pengetahuan agama yang telah ditekuni-nya selama lebih kurang 30 tahun, Syekh Nawawi setiap hari mengajar di Masjidil Haram. Murid-muridnya berasal dari berbagai penjuru dunia. Ada yang berasal dari Indonesia, seperti KH Kholil (Bangkalan, Madura), KH Asy'ari (Bawean, Madura) dan KH Hasyim Asy'ari (Jombang, Jawa Timur).
Ia mengajarkan pengetahuan agama secara mendalam kepada murid-muridnya, yang meliputi hampir seluruh bidang. Di samping membina pengajian, melalui murid-muridnya Syekh Nawawi memantau perkembangan politik di tanah air dan menyumbangkan ide-ide dan pemikirannya untuk kemajuan masyarakat
Syekh Nawawi memiliki beberapa pandangan yang khas. Di antaranya dalam menghadapi pemerintah kolonial, beliau tidak agresif atau reaksioner. Namun demikian ia sangat anti bekerja sama dengan pihak kolonial dalam bentuk apa pun. Ia lebih suka mengarahkan perhatiannya pada pendidikan, membekali murid-muridnya dengan jiwa keagamaan dan semangat untuk menegakkan kebenaran.
Adapun terhadap orang kafir yang tidak menjajah, ia membolehkan umat Islam berhubungan dengan mereka untuk tujuan kebaikan dunia. Ia memandang bahwa semua manusia adalah saudara, sekalipun dengan orang kafir. Ia juga menganggap bahwa pembaharuan dalam pemahaman agama perlu dilakukan untuk terus menggali hakikat kebenaran.
Dalam menghadapi tantangan zaman ia memandang umat Islam perlu menguasai berbagai bidang keterampilan atau keahlian. Ia memahami "perbedaan umat adalah rahmat" dalam konteks keragaman kemampuan dan persaingan untuk kemajuan umat Islam.
Dalam bidang syari'at, ia mendasarkan pandangannya pada Al-Qur'an, hadits, ijmak dan qiyas. Ini sesuai dengan dasar-dasar syari'at yang dipakai oleh Imam Syafi'i karena dalam masalah fiqih ia mengikuti Madzab Syafi'i. Mengenai ijtihad dan taklid ia berpendapat bahwa yang termasuk mujtahid mutlak ialah Imam Syafi'i, Imam Hanafi, Imam Malik dan Imam Hanbali. Bagi mereka haram bertaklid, sedangkan orang-orang selain mereka, baik sebagai mujtahid fil madzab, mujtahid fatwa, maupun orang-orang awam, wajib taklid kepada salah satu madzab dari mujtahid mutlak.
Kelebihan Syekh Nawawi telah terlihat sejak kecil. Ia hapal Al-Qur'an dalam usia 18 tahun. Sebagai seorang syekh ia menguasai hampir seluruh cabang ilmu agama, seperti ilmu tafsir, ilmu tauhid, fikih, akhlak, tarikh, dan bahasa Arab.
Pendirian-pendiriannya, khususnya dalam ilmu kalam dan fikih, bercorak Ahlussunnah Wal Jama'ah. Keahliannya dalam bidang-bidang ilmu tersebut dapat dilihat melalui karya-karya tulisnya yang cukup banyak. Menurut suatu sumber, ia mengarang kitab sekitar 115 buah, sedangkan menurut sumber lain sekitar 99 buah, yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu agama.
Di antara karangannya, dalam bidang tafsir ia menyusun kitab Tafsir al-Munir. Dalam bidang hadits, kitab Tanqihul Qaul. Dalam bidang tauhid, di antaranya kitab Fathul Majid dan kitab Tijanud Darari. Dalam bidang fikih, di antaranya kitab Sullamul Munajah, Tausyih dan Nihayatus Zain. Dalam bidang akhlak atau tasawwuf, di antaranya kitab Salalimul Fudola', Misbahud Dolam dan Bidayatul Hidayah. Dalam bidang tarikh, di antaranya kitab Al-Ibrizud Dani, Bughyatul Awam dan Fathus Shamad. Dalam bidang bahasa dan kesusastraan, di antaranya kitab Fathu Ghofirul Khotiyyah dan Lubabul Bayan.
Beberapa keistimewaan dari karya-karyanya telah ditemukan oleh para peneliti, di antaranya kemampuan menghidupkan isi karangan sehingga dapat dijiwai oleh pembacanya, pemakaian bahasa yang mudah dipahami sehingga mampu menjelaskan istilah-istilah yang sulit, dan keluasan isi karangannya. Kitab-kitab karangannya juga banyak digunakan di timur tengah.
Berikut ini sebagian nama di antara kitab-kitab karangan beliau secara rinci.
No Nama Kitab Fan
1 مرقاة صعود التصديق Fiqih
2 كاشفة السجا Fiqih
3 توشيح على ابن قاسم Fiqih
4 الثمار اليانعة Fiqih
5 نهاية الزين Fiqih
6 بهجة الوسائل Fiqih
7 سلم المناجة Fiqih
8 فتح المجيد Tauhid
9 نور الظلام Tauhid
10 بداية الهداية Tasawwuf
11 قطر الغيث Aqidah
12 قامع الطغيان Aqidah
13 تفسير المنير Tafsir
Itulah tadi sebagian nama kitab karangan beliau dan masih banyak lagi nama-nama kitab yang belum kami sebutkan karena keterbatasan pengetahuan yang kami miliki.
Demikianlah sekilas tentang Syekh Nawawi Al-Bantani Al-Jawi. Semoga kita semua mendapatkan barakah dari beliau, Amien.i