Dalam madzhab syafi'i telah ditetapkan bahwa wanita yang hamil diluar nikah (berzina) tidak memiliki masa iddah, ketentuan ini didasarkan pada sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:
الوَلَدُ لِلْفِرَاشِ وَلِلْعَاهِرِ الحَجَرُ
“Anak yang lahir untuk pemilik kasur (artinya, anak yang dilahirkan oleh istri seseorang atau budak wanitanya adalah miliknya), dan seorang pezina tidak punya hak pada anak hasil perzinaannya.” ( Shahih Bukhari, no.6818 dan Shahih Muslim, no.1458 ).
Hal ini disebabkan karena disyari'atkannya iddah adalah untuk menjaga nasab, sedangkan perzinaan tidak menyebabkan adanya hubungan nasab antara seorang anak hasil perzinaan dengan lelaki yang menghamili ibunya, sebab nasabnya ikut pada ibunya.Pendapat ini juga merupakan pendapat madzhab Hanafi dan Imam Ats-Tsauri.
Mengacu pada ketentuan tersebut maka masa iddah yang harus dijalani wanita yang hamil diluar nikah tetap dihitung dimulai semenjak suaminya meninggal jika ia menjalani iddah karena suaminya meninggal atau dihitung sesuai masa sucinya atau dihitung semenjak ia diceraikan oleh suaminya jika ia menjalani iddah karena diceraikan.
Begitu juga selesainya masa iddah sama dengan wanita pada umumnya, yaitu:
1. Masa iddahnya selesai setelah melewati masa 4 bulan 10 hari apabila ia menjalani iddah wafat. Masa iddah ini sebenarnya berlaku untuk wanita yang suaminya meninggal dan ia tidak sedang hamil, ketentuan ini diberlakukan bagi wanita yang hamil diluar nikah karena kehamilannya dianggap tidak ada karena hasil dari hubungan tidak sah.
3. Apabila ia menjalani iddah perceraian, maka masa iddahnya selesai setelah melewati 3 kali masa suci dari haid jika ia masih mengalami haid, sedangkan jika ia belum haid atau sudah tak lagi mengalami haid maka iddahnya adalah 3 bulan.
Wallahu a'lam.
Referensi:
1. Al-Majmu', juz 16 hal. 242
فرع :إذا زنت المرأة لم يجب عليها العدة، سواء كانت حائلا أو حاملا
2. Al-Mausu'ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, juz 29 hal. 337
ذهب الحنفية والشافعية والثوري إلى أن الزانية لا عدة عليها، حاملا كانت أو غير حامل وهو المروي عن أبي بكر وعمر وعلي رضي الله عنهم، واستدلوا بقول الرسول صلى الله عليه وسلم: الولد للفراش وللعاهر الحجر. ولأن العدة شرعت لحفظ النسب، والزنا لا يتعلق به ثبوت النسب
3. Hasiyah al- Bajuri 'ala Fathul Qorib, juz 2 hal. 129
فان كانت حاملامن الزنا أو حملت في العدةمنها نقضت عدتها بمضي الاشهر مع وجوده لأنه لاحرمةله
4. Raudlotut thalibin juz 11 hal. 351
ﻓﺈﺫﺍ ﻗﻠﻨﺎ ﺑﺎﻟﻤﺬﻫﺐ ، ﻓﺈﻥ ﻛﺎﻥ ﺍﻟﻤﻮﻟﻮﺩ ﻻﺣﻘﺎ ﺑﻐﻴﺮﻩ ﺑﻮﻁﺀ ﺷﺒﻬﺔ ، ﺃﻭ ﻓﻲ ﻋﻘﺪ ﻓﺎﺳﺪ ، ﺍﻧﻘﻀﺖ ﻋﺪﺓ ﺍﻟﻮﻁﺀ ﺑﻮﺿﻊﻩ ، ﺛﻢ ﺗﻌﺘﺪ ﻋﻦ ﺍﻟﺰﻭﺝ ﺑﻌﺪﻩ ، ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﻣﻦ ﺯﻧﺎ ، ﺍﻋﺘﺪﺕ ﻋﺪﺓ ﺍﻟﻮﻓﺎﺓ ﻣﻦ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻤﻮﺕ ، ﺃﻭ ﻋﺪﺓ ﺍﻟﻄﻼﻕ ﻣﻦ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻄﻼﻕ ، ﻭﺗﻨﻘﻀﻲ ﺍﻟﻌﺪﺓ ﻣﻊ ﺍﻟﺤﻤﻞ ﻓﻲ ﻋﺪﺓ ﺍﻟﻮﻓﺎﺓ . ﻭﻓﻲ ﻋﺪﺓ ﺍﻟﻄﻼﻕ ، ﺇﺫﺍ ﻛﺎﻧﺖ ﻣﻦ ﺫﻭﺍﺕ ﺍﻷﺷﻬﺮ ، ﺃﻭ ﻛﺎﻧﺖ ﻣﻦ ﺫﻭﺍﺕ ﺍﻷﻗﺮﺍﺀ ، ﻭﻟﻢ ﺗﺮ ﺩﻣﺎ ﺃﻭ ﺭﺃﺗﻪ ، ﻭﻗﻠﻨﺎ : ﺇﻥ ﺍﻟﺤﺎﻣﻞ ﻻ ﺗﺤﻴﺾ ﻭﺇﻥ ﺭﺃﺗﻪ ، ﻭﻗﻠﻨﺎ : ﺇﻧﻪ ﺣﻴﺾ ، ﻓﻔﻲ ﺍﻧﻘﻀﺎﺀ ﺍﻟﻌﺪﺓ ﺑﺄﻃﻬﺎﺭﻫﺎ ﻭﻫﻲ ﺣﺎﻣﻞ ﻭﺟﻬﺎﻥ . ﺃﺻﺤﻬﻤﺎ : ﺍﻻﻧﻘﻀﺎﺀ ، ﻷﻥ ﺣﻤﻞ ﺍﻟﺰﻧﺎ ﻛﺎﻟﻤﻌﺪﻭﻡ . ﻓﻌﻠﻰ ﻫﺬﺍ ، ﻟﻮ ﺯﻧﺖ ﻓﻲ ﻋﺪﺓ ﺍﻟﻮﻓﺎﺓ ﺃﻭ ﺍﻟﻄﻼﻕ ، ﻭﺣﺒﻠﺖ ﻣﻦ ﺍﻟﺰﻧﺎ ، ﻟﻢ ﻳﻤﻨﻊ ﺫﻟﻚ ﺍﻧﻘﻀﺎﺀ ﺍﻟﻌﺪﺓ
5. Fathul Wahab juz 2 hal. 183
ﺃﻭ ) ﻟﺰﻣﻬﺎ ﻋﺪﺗﺎ ( ﺷﺨﺼﻴﻦ ﻛﺄﻥ ﻛﺎﻧﺖ ﻓﻲ ﻋﺪﺓ ﺯﻭﺍﺝ ﺃﻭ ) ﻭﻃﺊ ( ﺷﺒﻬﺔ ﻓﻮﻃﺌﺖ ) ﻣﻦ ﺁﺧﺮ ( ﺑﺸﺒﻬﺔ ) ﻛﻨﻜﺎﺡ ﻓﺎﺳﺪ ﺃﻭ ﻛﺎﻧﺖ ﺯﻭﺟﺔ ﻣﻌﺘﺪﺓ ﻋﻦ ﺷﺒﻬﺔ ﻓﻄﻠﻘﺖ ( ﻓﻼ ﺗﺪﺍﺧﻞ ) ﻟﺘﻌﺪﺩ ﺍﻟﻤﺴﺘﺤﻖ، ﺑﻞ ﺗﻌﺘﺪ ﻟﻜﻞ ﻣﻨﻬﻤﺎ ﻋﺪﺓ ﻛﺎﻣﻠﺔ . ( ﻭﺗﻘﺪﻡ ﻋﺪﺓ ﺣﻤﻞ ) ﺗﻘﺪﻡ ﺃﻭ ﺗﺄﺧﺮ ﻻﻥ ﻋﺪﺗﻪ ﻻ ﺗﻘﺒﻞ ﺍﻟﺘﺄﺧﻴﺮ، ﻓﺈﻥ ﻛﺎﻥ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﻄﻠﻖ ﺛﻢ ﻭﻃﺌﺖ ﺑﺸﺒﻬﺔ ﺍﻧﻘﻀﺖ ﻋﺪﺓ ﺍﻟﺤﻤﻞ ﺑﻮﺿﻌﻪ، ﺛﻢ ﺗﻌﺘﺪ ﻟﻠﺸﺒﻬﺔ ﺑﺎﻷﻗﺮﺍﺀ، ( ﻓ ) - ﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﺣﻤﻞ ﻓﺘﻘﺪﻡ ﻋﺪﺓ ( ﻃﻼﻕ ) ﻋﻠﻰ ﻋﺪﺓ ﺍﻟﺸﺒﻬﺔ، ﻭﺇﻥ ﺳﺒﻖ ﻭﻃﺊ ﺍﻟﺸﺒﻬﺔ ﺍﻟﻄﻼﻕ ﻟﻘﻮﺗﻬﺎ ﺑﺎﺳﺘﻨﺎﺩﻫﺎ ﺇﻟﻰ ﻋﻘﺪ ﺟﺎﺋﺰ
6. Al-Ghoyah Wat-Taqrib, hal. 35
فصل: والمعتدة على ضربين متوفى عنها وغير متوفى عنها فالمتوفى عنها إن كانت حاملا فعدتها بوضع الحمل وإن كانت حائلا فعدتها أربعة أشهر وعشر وغير المتوفى عنها إن كانت حاملا فعدتها بوضع الحمل وإن كانت حائلا وهي من ذوات الحيض فعدتها ثلاثة قروء وهي الأطهار وإن كانت صغيرة أو آيسة فعدتها ثلاثة أشهر