Mengenang Seputar Berpulangnya Syaikhuna, Tuan Guru Muhammad Zaini bin Abdul Ghani (Abah Guru Sekumpul), Martapura.
Setelah sembilan hari dalam perawatan di. RS. Mount Elizabeth Singapura, tepatnya pada minggu malam, Syaikhuna bersikeras meminta agar dibawa pulang. Kondisi kesehatan Beliau terlihat sangat lemah. Meski demikian, pihak keluarga belum bisa mengabulkan karena melihat kondisi Beliau yang tidak memungkinkan dan masih menunggu keputusan tim medis.
Besoknya, Senin 8 Agustus 2005, Syaikhuna kembali sesak napas. Beliau harus melakukan Cuci darah. Sorenya diketahui dari hasil pemeriksaan tim dokter bahwa keadaan Syaikhuna ini sangat sulit ditangani. Dan pada malam harinya mendadak tensi Beliau menurun drastis. Disaksikan oleh keluarga dekat termasuk salah satunya Guru H. Syarif Bustami, Syaikhuna membaca dzikir
ﻻإله إﻻالله
sebanyak tiga kali dengan suara rendah, kemudian dilanjutkan dengan menyebut
محمد رسول الله.
Dan setelah itu tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut Beliau hingga akhir hayatnya.
Pada Selasa 9 Agustus 2005, sekitar jam 10 pagi waktu setempat, tercapailah keputusan musyawarah keluarga agar Syaikhuna segera dibawa pulang ke Indonesia. Hari itu pula seluruh pengurusan yang menyangkut kepulangan rombongan diselesaikan, hingga akhirnya pada jam 17. 30 sore, berangkatlah rombongan dengan menumpang pesawat carteran Foker 24, pesawat evakuasi yang bernama "Anugerah", menuju Banjarmasin melewati rute Singapura-Pontianak-Banjarmasin.
Saat masih dalam pesawat, sebelum sampai di bandara dikota Pontianak, Syaikhuna sempat mengalami kesulitan pernapasan. Tim medis yang mengiringi rombongan langsung memberikan perawatan. Namun, setelah transit di Pontianak, kondisi pernapasan Beliau sudah mulai normal kembali. Tepat jam 21.00 malam rombongan tiba di bandara Syamsuddin Noor, dan sekitar jam 21.30 tibalah rombongan di rumah kediaman Syaikhuna di Sekumpul.
MARTAPURA MENANGIS.
Kedatangan Syaikhuna dari Singapura hampir-hampir tidak diketahui oleh jamaahnya. Walau demikian, pada subuh itu terlihat banyak orang berkumpul di sekitar kediaman Syaikhuna, khususnya di pintu belakang kediaman Beliau. Di situ tampak sekelompok orang duduk sambil sesekali menengok ke arah pintu kecil yang menghubungkan jalan kecil itu dengan komplek Ar-Raudhah, berharap ada seseorang yang keluar dari pintu itu untuk menyampaikan kabar terbaru tentang keadaan Guru tercinta.
Di bagian dalam rumah Beliau sendiri, sejak kedatangan Syaikhuna dari Singapura, sebagian anggota keluarga sendiri dan tenaga medis terlihat enggan beranjak dari dekat Syaikhuna. Sebagian dari mereka terlihat membaca ayat-ayat suci al-qur an dengan suara lirih. Wajah-wajah yang mengelilingi Syaikhuna itu kelihatan tenang saja, sebab dari raut muka Syaikhuna tertampak ketenangan, sekalipun Beliau tidak berbicara lagi, hembusan napas Syaikhuna masih mengalir teratur dan anggota tubuh Beliau sesekali masih bergerak.
Dengan keadaan ini tenaga medis yang dibantu anggota keluarga pun menyiapkan peralatan cuci darah yang akan dilakukan besok siang. Sekitar jam 02.00 dini hari, semua peralatan siap digunakan. Namun apalah daya, takdir Allah SWT menghendaki lain.
Inna lillaahi wa Inna Ilaihi Roojji'uun......
Tepat pada pukul 04.40 (waktu jidar) subuh, Syaikhuna berpulang ke Rahmatullah. Keadaan yang sebelumnya gening dikejutkan dengan suara isak tangis yang sambung menyambung. Entah dari mana berita itu bermula, namun semakin jelas dan nyata bahwa kabar wafatnya Syaikhuna adalah merupakan kebenaran yang tak dapat dipungkiri.
Seperti digerakkan oleh tangan yang tak nampak, kelompok2 manusia yang tadinya tersebar di sekitar komplek ar-Raudhah semuanya menuju pintu kecil di belakang rumah Beliau. Mereka berjejal untuk memasuki celah yang hanya bisa dimasuki oleh dua orang. Semua berharap, sambil sesekali mengusap air yang menggenang di matanya, agar dapat memasuki kediaman Syaikhuna sekaligus dapat melihat orang yang dicintainya untuk terakhir kali dan bahkan kalau bisa melakukan ciuman terakhir yang menandakan ketaatan dan kebaktian seorang murid. Namun di antara sekian banyak, hanya sedikit saja yang mendapatkan keberuntungan itu.
Mereka yang tidak kebagian akhirnya memasuki mushalla ar-Raudhah, sehingga pada subuh itu padatlah Mushalla ar-Raudhah.
Kemudian setelah shalat Subuh, terdengar pengumuman dari pengeras suara Mushalla ar-Raudhah tentang berpulangnya Syaikhuna ke hadirat Allah SWT. Pengumuman ini kemudian menyebar luas melalui seluruh stasiun radio, segenap masjid dan mushalla yang ada di seluruh Kalimantan Selatan.
Hari itu terjadilah sesuatu yang tidak pernah terjadi dalam sejarah keagamaan di Kalimantan Selatan. Berita wafatnya Guru tercinta langsung menyebar di kalangan murid-murid di berbagai pelosok daerah. Hampir seluruh instansi pemerintah meliburkan diri, para murid di sekolah-sekokah dipulangkan, dan pasar-pasar menjadi lenggang karena para pedagang menghentikan kegiatannya. Orang-orang dari berbagai pelosok bumi Banjar berdatangan menuju Martapura khususnya ke Sekumpul untuk ikut mengantar kepergian sang Guru. Hari itu kota Martapura, khususnya daerah Sekumpul, menjadi lautan manusia. Lautan manusia yang berduka karena kehilangan seorang Abah sekaligus Guru tercinta yang selama ini begitu istiqomah memberikan pengajaran, mengayomi, memperhatikan persoalan-persoalan hidup mereka, baik kehidupan sementara di dunia, maupun kehidupan abadi di akhirat kelak.
Transportasi menjadi sangat padat, semuanya berujung pada tempat yang sama. Bahkan penyeberangan ferry yang menghubungkan Kotabaru dan Batu Licin menjadi penuh, terlihat antrian sepanjang beberapa kilometer menunggu giliran untuk menyeberang. Sementara itu, dari jalan-halan Hulu Sungai maupun Banjarmasin terlihat mobil pribadi, angkutan umum, serta kendaraan roda dua, merayap pelan saking padatnya jalan yang dilalui. Semua polisi diturunkan ke jalann untuk ikut mengatur lalu lintas. Hari itu seakan semua penghuni Kalimantan ditumpahkan ke Martapura.
Tidak hanya transportasi darat, transportasi udara pun, khususnya dari pulau Jawa, menjadi penuh. Hari itu dan beberapa hari berikutnya merupakan masa-masa yang sulit untuk bisa mendapatkan tiket baik dari pulau Jawa ke Banjarmadin atau sebaliknya. Seandainya adapun, maka harganya telah melambung tinggi sampai beberapa kali lipat dari harga biasanya.
Di tempat kediaman Syaikhuna sendiri, terlihat kesibukan keluarga dibantu beberapa murid terdekat Beliau yang sedang menyiapkan acara pemakaman. Dalam kejadian ini sekali lagi terlihat kehati-hatian Syaikhuna dalam menjalankan perintah Agama Islam, di mana jauh hari sebelumnya Beliau telah membuat wasiat untuk keluarga dan murid-murid Beliau. Dimulai dari orang yang memandikan jenazahnya, imam shalat jenazah, menggali lubang kubur, hingga orang yang membacakan talqin. Tak lupa pula Beliau telah mempersiapkan sejumlah amplop berisi uang yang akan diserahkan kepada para penyelenggara pemakaman.
Tepat pukul 10.00 WITA, jenazah Beliau mulai dimandikan dengan dipimpin oleh (alm) Allahu Yarham Guru Abdus Syukur pada waktu itu. Jenazah Syaikhuna dipangku oleh beberapa orang keluarga terdekat Beliau. Tak ketinggalan, dalam memandikan jenazah Syaikhuna ini, kedua anak Beliau ikut menyiramkan air ke tubuh ayah tercinta. Tak terdengar isak tangis dari mereka berdua, hanya beberapa tetes air mata tampak membasahi kedua pipi mereka. Kemudian setelah pemandian, Syaikhuna dikapankan, setelah sebelumnya dipakaikan jubah serta sorban yang telah disiapkan Beliau jauh hari sebelum wafatnya.
Sebelum kain kafan sempurna ditutupkan ke jenazah Beliau, bergiliran beberapa orang terdekatdi mulai dari keluarga memberikan ciuman perpisahan. Beberapa dari mereka tak mampu untuk menahan air mata yang berjatuhan, air mata kesedihan karena ditinggalkan oleh orang yang selama ini mencintai mereka dan mereka cintai.
Setelah acara pengkafanan, dilaksanakan acara Bahillah yang dipimpin juga oleh (alm) Guru Abdus Syukur, dilanjutkan dengan shalat jenazah sebanyak tiga kali di dalam rumah, yang pertama diimami oleh (alm) Guru Abdus Syukur, kemudian oleh (alm) Guru Anang Djazouly, dan terakhir oleh Habib Zaki dari Solo.
Di Mushalla Ar-Raudhah dan sekitarnya yang tidak mampu menampung seluruh jamaah, terlihat wajah-wajah sedih yang tak dapat disembunyikan. Sesekali terdengar pengumuman yang meminta para jamaah agar tenang, namun semua seakan tak berbekas sedikitpun untuk mengurangi kegundahan hati mereka. Sebagian besar jamaah terus mengarahkan pandangan mata mereka ke pintu rumah Syaikhuna. Mereka menanti dibawanya jenazah Syaikhuna ke Mushalla untuk dapat mereka shalatkan bersama.
Setelah shalat Dzuhur, terlihat beberapa orang berpakaian polisi berbaris dari pintu rumah Syaikhuna sampai ke pintu Mushalla yang menuju mihrab. Kontan saja tindakan ini menjadi perhatian dari semua orang, mereka menyadari bahwa sebentar lagi saat yang ditunggu akan tiba. Kemudian pintu Syaikhuna terbuka, dan dari dalamnya keluarlah keranda yang diusung oleh beberapa orang. Serempak terdengar gemuruh dzikir rak henti-henti, komplek Ar-Raudhah seakan terhentak oleh suara ini, diselingi tangisan kesedihan yang keluar tak tertahan oleh sebagian besar jamaah. Semua orang berdesakan ingin menyentuh keranda Guru tersayang, seorang jamaah yang histeris menarik kain yang menutupi keranda hingga hampir terlepas, dan terlihat jenazah Guru yang tetap tak bergerak walaupun keranda itu bergerak di antara desakan sekian banyak jemaah. Beberapa saat kemudian keranda itu pun mencapai pintu Mushalla yang hanya berjarak 25 meter dari rumah Syaikhuna. Gemuruh dzikir terus menggema sampai keranda diletakkan di depan imam, dan kemudian terdengar pengumuman bahwa shalat jenazah akan dimulai.
Dikarenakan sedemikian banyaknya para jamaah sehingga shalat jenazah dilakukan secara bergantian. Berpuluh-puluh kali shalat jenazah dilaksanakan sampai menjelang shalat Ashar.
Menjelang shalat Ashar, jenazah dibawa ke kubah turbah al-Mahya, diiringi dzikir yang bergemuruh dari ratusan ribu jamaah di komplek ar-Raudhah.
Tinggal beberapa menit lagi sebelum shalat Ashar tiba, salah seorang keluarga almarhum membagikan beberapa gumpalan tanah yang sudah disediakan kepada Guru-Guru untuk dibacakan Surah al-Qadr sebanyak 7 kali, selanjutnya akan dijadikan sebagai penyangga tubuh bagian belakang almarhum. Selang beberapa menit kemudian adzan shalat Ashar dikumandangkan, jasad Syaikhuna pun mulai diturunkan pelan-pelan hingga masuk ke liang lahat oleh Zainal Abidin, H. Anang Kurdi, dan H. Rusdi. Satu persatu ikatan tali bagian kepala, dada, dan kaki dibuka, disaksikan oleh para jamaah di antaranya para Habaib dan Ulama dari luar daerah. Kemudian sedikit demi sedikit tanah mulai dimasukkan sambil diiringi dengan bacaan surah Yasin, hingga akhirnya ditanamkan dua byah nisan di atas makam. Setelah itu (alm) Guru Abdus Syukur membacakan talqin mayit, dan akhirnya ditutup dengan tahlil dan doa arwah oleh Beliau.
Setelah semua acara pemakaman selesai, terdengar iqomah yang diteruskan dengan shalat Ashar. Sebagian jamaah beranjak pulang, namun sebagian besar tetap berada di komplek ar-Raudhah, sambil tetap berusaha memasuki kubah turbah al-Mahya untuk membaca surah Yasin dan kalau beruntung bisa mencium nisan yang baru di tanam.
Sejak hari itulah, jamaah merasakan kehilangan yang sangat mendalam. Jika dahulu setiap permasalahan yang menggumpal di benak selalu mencair manakala dibawa hadir di pengajian Sekumpul, sekarang ke mana lagi mereka harus membawanya. Apabila dahulu ada yang menuntun mereka meniti Shirath al-Mustaqim menuju Mardhotillah, kini siapa lagi yang benar benar bisa diikuti, yang memiliki keikhlasan murni, tanpa ada maksud-maksud dan kepentingan pribadi. Mungkin itulah yang membuat banyak dari mereka sangat sedih.
Sumber : KEBERKAHAN ABAH GURU SEKUMPUL