Merasa Nyunah Ala Nabi
Hamba yang paling dibenci Allah adalah seseorang yang penampiplannya lebih baik dibanding amal perbuatannya. Yaitu, seseorang yang ‘bergaya’ seperti perilaku nabi, namun perbuatanya seperti perbuatan para diktator. [Hadis Marfu’, riwayat Ad Dailamy dari A’isyah Ra.]
Jika kita perhatikan, diantara kaum muslimin terdapat sekelompok orang yang memiliki statmen hidup ala Sunah Nabi. Hingga kemanapun dan dimanapun mereka berada, tidak sedikit pun lepas dari perilaku yang mereka klaim sebagai perilaku ala Nabi. Sekilas hal itu nampak sangat memukau. Sebab siapa umat Islam yang tidak ingin meniru Nabinya?
Bahkan saking kuatnya komitmen yang mereka pegang, hingga menjadikan mereka nyaman dengan dunianya itu, dan merasa tersiksa bila sedang berada di luarnya. Dengan kenyamanan yang mereka bangun itu, lantas mereka ingin membawanya serta dalam pergaulan. Hal itu tentu saja berimplikasi pada terjadinya ‘rekayasa kondisi sosial’ agar dunia yang mereka temui dalam pergaulan, juga menghadirkan kenyamanan yang sama. Kehidupan sosial yang mereka jumpai juga harus didekor untuk menghadirkan kenyamanan yang mereka maksud. Bahkan jika perlu dengan membuang sebagian komponen masyarakat itu dengan kekerasan.
Mereka memang telah kadung nyaman dengan ornamen dan dekorasi rumah yang mereka huni. Tiada hunian lain, seindah apapun yang terdapat dalam rumah mereka. Bagi mereka ornamen dan hiasan yang mereka pasang dapat memberi kenyamanan yang tiada tara. Meskipun ornamen dan hiasan tersebut hanya terdiri dari hiasan tunggal yang mereka klaim sebagai dekorasi ‘ala sunah nabi’, yang hendak mereka jalankan dengan persis sepersis-persisnya.
Mereka tidak menerima lukisan ‘tafsir’ gaya imam Qurtubi, Assuyuthi, Ashobuni atau yang lainnya, apalagi tafsir gaya hasan Hanafi yang JIL itu, dan lebih memilih gaya Hasan Al-Bana yang galak, yang juga mereka klaim bak seperti Nabi. Mereka juga tidak nyaman dengan pemasangan ukiran indah gaya imam empat mazhab, Maliki, Hanafi, Syafi’i dan Hambali. Satu-satunya hiasan yang mereka pasang di dinding rumah hanya sketsa wajah Imam Ibnu Taimiyah. Satu lagi di dinding yang lain foto Muhammad bin Abdul Wahab pendiri mazhab wahabi.
Dengan sikap fanatik yang seperti itu, seakan menjadikan mereka tidak dapat hidup di luar kenyamanan yang mereka bangun dalam rumah mereka. Implikasinya, apabila mereka mengadakan kontak sosial dengan orang lain di luar jamaahnya, maka mereka akan membawa serta ornamen hiasan yang mereka puja itu, agar dipasang di rumah orang yang mereka temui, di jalanan, di rumah ibadah, di pasar, bahkan juga di gereja, dan itu semua mereka lakukan dengan nada memaksa. Tidak jarang mereka juga memukuli orang yang dirumahnya terdapat lukisan Imam Ali RA. Padahal mereka tahu bahwa Ali RA adalah salah satu dari Salafus Sholeh yang seharusnya mereka dengar fatwanya juga. Jelas sikap seperti itu adalah terbilang sebagai sikap yang tidak adil, dan cenderung aniaya atau Ja’ir.
Maka dari itu, atas fenomena yang sedemikian adanya, membuat hati saya bertanya-tanya, jangan-jangan mereka tergolong pada kelompok orang yang berpakaian seperti pakaian para Nabi namun berperilaku Ja’ir. Kaum yang sedemikian itu adalah golongan hamba yang paling dibenci oleh Tuhan. Berdasarkan intisari Dari riwayat Ad Dailamy di atas.
https://plus.google.com/11049571049501668…/posts/Ly4RSVzsVFx
- Tanzih Al-syariat Al-marfu'ah
(Hadits marfu') dari siti 'aisyah, menurut imam suyuthi, rowi bernama salim bin isa termasuk majhul , dan menurut imam dzahabi hadits ini termasuk bathil.
https://library.islamweb.net/hadith/display_hbook.php...
- Asnal Matholib
أبغض العباد إلى الله من كان ثوباه خيرا من عمله أن تكون ثيابه ثياب الأنبياء وعمله عمل الجبارين رواه العقيلي وقال منكر وذكره ابن الجوزي في الموضوع وكذا ابن عربيWallohu a'lam.
أَبْغَضُ الْعِبَادِ إِلَى اللَّهِ مَنْ كَانَ ثَوْبَاهُ خَيْرًا مِنْ عَمَلِهِ ؛ أَنْ تَكُونَ ثِيَابُهُ ثِيَابَ الأَنْبِيَاءِ ، وَعَمَلُهُ عَمَلَ الْجَبَّارِينَ
Jika kita perhatikan, diantara kaum muslimin terdapat sekelompok orang yang memiliki statmen hidup ala Sunah Nabi. Hingga kemanapun dan dimanapun mereka berada, tidak sedikit pun lepas dari perilaku yang mereka klaim sebagai perilaku ala Nabi. Sekilas hal itu nampak sangat memukau. Sebab siapa umat Islam yang tidak ingin meniru Nabinya?
Bahkan saking kuatnya komitmen yang mereka pegang, hingga menjadikan mereka nyaman dengan dunianya itu, dan merasa tersiksa bila sedang berada di luarnya. Dengan kenyamanan yang mereka bangun itu, lantas mereka ingin membawanya serta dalam pergaulan. Hal itu tentu saja berimplikasi pada terjadinya ‘rekayasa kondisi sosial’ agar dunia yang mereka temui dalam pergaulan, juga menghadirkan kenyamanan yang sama. Kehidupan sosial yang mereka jumpai juga harus didekor untuk menghadirkan kenyamanan yang mereka maksud. Bahkan jika perlu dengan membuang sebagian komponen masyarakat itu dengan kekerasan.
Mereka memang telah kadung nyaman dengan ornamen dan dekorasi rumah yang mereka huni. Tiada hunian lain, seindah apapun yang terdapat dalam rumah mereka. Bagi mereka ornamen dan hiasan yang mereka pasang dapat memberi kenyamanan yang tiada tara. Meskipun ornamen dan hiasan tersebut hanya terdiri dari hiasan tunggal yang mereka klaim sebagai dekorasi ‘ala sunah nabi’, yang hendak mereka jalankan dengan persis sepersis-persisnya.
Mereka tidak menerima lukisan ‘tafsir’ gaya imam Qurtubi, Assuyuthi, Ashobuni atau yang lainnya, apalagi tafsir gaya hasan Hanafi yang JIL itu, dan lebih memilih gaya Hasan Al-Bana yang galak, yang juga mereka klaim bak seperti Nabi. Mereka juga tidak nyaman dengan pemasangan ukiran indah gaya imam empat mazhab, Maliki, Hanafi, Syafi’i dan Hambali. Satu-satunya hiasan yang mereka pasang di dinding rumah hanya sketsa wajah Imam Ibnu Taimiyah. Satu lagi di dinding yang lain foto Muhammad bin Abdul Wahab pendiri mazhab wahabi.
Dengan sikap fanatik yang seperti itu, seakan menjadikan mereka tidak dapat hidup di luar kenyamanan yang mereka bangun dalam rumah mereka. Implikasinya, apabila mereka mengadakan kontak sosial dengan orang lain di luar jamaahnya, maka mereka akan membawa serta ornamen hiasan yang mereka puja itu, agar dipasang di rumah orang yang mereka temui, di jalanan, di rumah ibadah, di pasar, bahkan juga di gereja, dan itu semua mereka lakukan dengan nada memaksa. Tidak jarang mereka juga memukuli orang yang dirumahnya terdapat lukisan Imam Ali RA. Padahal mereka tahu bahwa Ali RA adalah salah satu dari Salafus Sholeh yang seharusnya mereka dengar fatwanya juga. Jelas sikap seperti itu adalah terbilang sebagai sikap yang tidak adil, dan cenderung aniaya atau Ja’ir.
Maka dari itu, atas fenomena yang sedemikian adanya, membuat hati saya bertanya-tanya, jangan-jangan mereka tergolong pada kelompok orang yang berpakaian seperti pakaian para Nabi namun berperilaku Ja’ir. Kaum yang sedemikian itu adalah golongan hamba yang paling dibenci oleh Tuhan. Berdasarkan intisari Dari riwayat Ad Dailamy di atas.
https://plus.google.com/11049571049501668…/posts/Ly4RSVzsVFx
- Tanzih Al-syariat Al-marfu'ah
(حديث مرفوع) حَدِيثٌ : أَبْغَضُ الْعِبَادِ إِلَى اللَّهِ مَنْ كَانَ ثَوْبَاهُ خَيْرًا مِنْ عَمَلِهِ ؛ أَنْ تَكُونَ ثِيَابُهُ ثِيَابَ الأَنْبِيَاءِ ، وَعَمَلُهُ عَمَلَ الْجَبَّارِينَ ، ( عق ) من حديث عائشة ، وفيه سليم بن عيسى مجهول في النقل ، قال السيوطي : وكذلك قال الذهبي في الميزان : هذا الحديث باطل ، إلا أنه قال : سليم بن عيسى الكوفي القارئ إمام في القراءة ، ولعل راوي هذا الحديث غير القارئ ، انتهى .
"Hamba yang paling dibenci Allah adalah yang pakaiannya lebih baik dari amalnya, pakaiannya seperti para nabi, namun amal nya seperti amalan jabbarin".(Hadits marfu') dari siti 'aisyah, menurut imam suyuthi, rowi bernama salim bin isa termasuk majhul , dan menurut imam dzahabi hadits ini termasuk bathil.
https://library.islamweb.net/hadith/display_hbook.php...
- Asnal Matholib
أبغض العباد إلى الله من كان ثوباه خيرا من عمله أن تكون ثيابه ثياب الأنبياء وعمله عمل الجبارين رواه العقيلي وقال منكر وذكره ابن الجوزي في الموضوع وكذا ابن عربي