DASAR-DASAR ILMU USHUL;
HAL-HAL YANG MENGHALANGI TAKLIF
موانع التكليف
(Hal-Hal Yang Menghalangi Taklif)
للتكليف موانع منها: الجهل والنسيان والإكراه؛ لقول النبي صلّى الله عليه وسلّم: "إن الله تجاوز عن أمتي الخطأ والنسيان وما استكرهوا عليه" . رواه ابن ماجه والبيهقي، وله شواهد من الكتاب والسنة تدل على صحته.
Taklif (pembebanan) memiliki beberapa penghalang, di antaranya; Bodoh, lupadan dipaksa, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam; “Sesungguhnya Allah mema’afkan dari ummatku seseuatu yang dilakukan karena salah dan lupa, serta sesuatu yang dipaksakan kepadanya”. (HR. ibn Majah dan al-Baihaqi). Dan hadits ini memiliki banyak penguat dari al-Kitab dan as-Sunnah yang menunjukkan atas keshahihannya.
فالجهل: عدم العلم، فمتى فعل المكلف محرماً جاهلاً بتحريمه فلا شيء عليه، كمن تكلم في الصلاة جاهلاً بتحريم الكلام، ومتى ترك واجباً جاهلاً بوجوبه لم يلزمه قضاؤه إذا كان قد فات وقته، بدليل أن النبي صلّى الله عليه وسلّم لم يأمر المسيء في صلاته - وكان لا يطمئن فيها - لم يأمره بقضاء ما فات من الصلوات، وإنما أمره بفعل الصلاة الحاضرة على الوجه المشروع.
1) Bodoh, yaitu; Tidak adanya pengetahuan. Bilamana seorang mukallaf mengerjakan pekerjaan yang diharamkan karen ia tidak tahu akan keharamannya, maka ia tidak berdosa atasnya, seperti halnya orang yang berbicara di dalam shalat karena tidak tahu akan keharaman berbicara (di dalam shalat). Dan bilamana ia meninggalkan suatu kewajiban karena tidak tahu akan diwajibkannya hal tersebut, maka ia tidak wajib mengqada’nya apabila waktunya telah berlalu, dengan dalil bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak memerintahkan kepada orang yang tidak baik dalam shalatnya (= ia tidak tuma’ninah dalam shalatnya), dan beliau tidak memerintahkan untuk mengqada’ shalat-shalatnya yang telah berlalu, beliau hanya memerintahkan kepadanya untuk mengulang shalat yang hadhir (yang masih ada waktu) sesuai dengan cara yang disyari’atkan.
والنسيان: ذهول القلب عن شيء معلوم، فمتى فعل محرماً ناسياً فلا شيء عليه؛ كمن أكل في الصيام ناسياً. ومتى ترك واجباً ناسياً فلا شيء عليه حال نسيانه؛ ولكن عليه فعله إذا ذكره؛ لقول النبي صلّى الله عليه وسلّم: "من نسي صلاة فليصلها إذا ذكرها".
2) Lupa, yaitu; Kelalaian hati dari sesuatu yang diketahui. Bilamana ia mengerjakan pekerjaan yang diharamkan karena lupa, maka ia tidak berdosa atasnya, seperti halnya orang yang makan pada saat berpuasa karena lupa. Dan bilamana ia meninggalkan suatu kewajiban karena lupa, maka ia tidak berdosa atasnya selama dalam keadaan lupa, akan tetapi ia wajib mengerjakannya ketika teringat, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam; “Barangsiapa lupa mengerjakan shalat, hendaklah ia mengerjakannya ketika teringat”.
والإكراه: إلزام الشخص بما لا يريد، فمن أكره على شيء محرم فلا شيء عليه؛ كمن أكره على الكفر وقلبه مطمئن بالإيمان، ومن أكره على ترك واجب فلا شيء عليه حال الإكراه، وعليه قضاؤه إذا زال؛ كمن أكره على ترك الصلاة حتى خرج وقتها، فإنه يلزمه قضاؤها إذا زال الإكراه.
وتلك الموانع إنما هي في حق الله؛ لأنه مبني على العفو والرحمة، أما في حقوق المخلوقين فلا تمنع من ضمان ما يجب ضمانه، إذا لم يرض صاحب الحق بسقوطه، والله أعلم.
3) Dipaksa, yaitu; Sesorang yang dipaksa untuk mengerjakan sesuatu yang tidak ia inginkan. Barangsiapa yang dipaksa untuk mngerjakan sesuatu yang diharamkan, maka ia tidak berdosa atasnya, seperti halnya orang yang dipaksa untuk kafir namun hatinya dijamin tetap berimanan. Dan barangsiapa yang dipaksa untuk meninggalkan suatu kewajiban, maka ia tidak berdosa atasnya selama dalam keadaan dipaksa, namun ia wajib mengqada’nya apabila telah bebas, seperti halnya orang yang dipaksa untuk meninggalkan shalat hingga habis waktunya, maka sesungguhnya ia wajib mengqada’nya apabila ia telah terbebas dari pemaksaan.
üHal-hal yang mencegah taklif (pembebanan) tersebut hanya berlaku dalam masalah yang berhubungan dengan hak Allah, karena hal itu dibangan di atas ampunan dan rahmat-Nya, sedangkan hak-hak yang berhubungan dengan sesama makhluk, tidak dicegah dari menanggung apa yang harus ditanggungnya apabila orang memiliki hak tidak rela dengan gugurnya hak tersebut. Wallahu A’lam.